Wengki melihat pemerintah melihat masyarakat yang tinggal di atas tanah tersebut tidak punya izin atas tanah dan disebut ilegal, sehingga muncul tindakan represif.
“Mereka ditangkap dan dipenjara karena berkebun di tanah yang sudah mereka tempati sebelum Indonesia merdeka. Setelah 2 November tahun ini kepolisian menginformasikan akan menangkap petani-petani disana karena dianggap tidak memiliki izin usaha,” kata Wengki.
Bahkan, katanya, pemerintah mempersoalkan perkebunan masyarakat yang masuk dalam kawasan hutan.
Padahal, secara bersamaan, hutan tersebut masuk ke dalam usulan pembangunan PSN.
“Hanya satu yang dipermasalahkan oleh negara, yaitu wilayah kebun masyarakat yang tidak memiliki izin usaha, padahal disaat yang sama, hutan tersebut menjadi salah satu kawasan usulan PSN dari PT Abaco Pasific Indonesia yang akan membangun Industri Refinery, Petrosea Nikel dan pendukung lainnya,” ujarnya sebagaimana dinukil dari laman Tempo.co.
Dari sana, Wengki mengatakan, pemerintah hanya menempatkan kedaulatan di tangan pengusaha saja atas konflik agraria ini.
“Bagaimana mungkin hari ini rakyat disingkirkan dengan dalih menduduki kawasan hutan tanpa izin, dan disaat yang sama kawasan hutan utu tengah disiapkan untuk PSN dan kawasan hutan itu yang akan dilepaskan statusnya menjadi kawasan hutan,” katanya.
Sebagaimana diketahui, warga Nagari Air Bangis telah melapor masalah pengusiran ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Selasa (19/9/2023) lalu.
Walhi yang ikut dalam pelaporan itu menyatakan, terdapat 45 ribu warga yang terdampak proyek.
Selain itu, mereka meminta Komnas HAM mendesak pemerintah agar menghentikan PSN tersebut. (rdr)