JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan didemo oleh masyarakat perwakilan dari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar), Sumatera Barat (Sumbar).
Aksi unjuk rasa itu buntut dari rencana pemerintah yang hendak menjalankan Proyek Strategis Nasional (PSN) seluas 30.162 hektare di Air Bangis, Kabupaten Pasbar.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar, Wengki Purwanto mengatakan, awal mula konflik yang terjadi di Nagari Air Bangis akibat dari klaim negara secara sepihak atas tanah ulayat masyarakat.
Konflik tersebut, katanya, muncul setelah pemerintah menetapkan status PSN berupa pembangunan kilang minyak dan petrokimia di Air Bangis.
“Masyarakat telah memiliki memiliki hak kekuasaan hutan tersebut yang dipegang oleh Pemangku Adat,” katanya, Sabtu (23/9/2023).
Masyarakat Nagari Air Bangis, kata Wengki, telah hidup di sana sejak sebelum Indonesia merdeka.
“Sampai saat ini mereka membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas kebun-kebun mereka dan bisa diagunkan ke Bank Rakyat Indonesia (BRI),” katanya.
Wengki mengatakan, wilayah administrasi di Nagari Air Bangis diketahui memiliki luas sekitar 40 ribu hektare.
Sementara lahan yang diusulkan oleh Gubernur Sumbar, Mahyeldi untuk PSN yang akan digarap oleh PT Abaco Pasifik Indonesia mencapai 30.162 hektare.
“Persoalannya, Gubernur mengatakan ini susah clear and clean, tapi faktanya itu adalah kawasan pemukiman yang di dalamnya ada fasilitas rumah ibadah, sekolah, wilayah perkebunan warga dan pesisir laut. Inilah yang kemudian menjadi pemicu konflik agraria yang secara sepihak mengkalim tanah masyarakat sebagai kawasan hutan,” katanya.
Wengki melihat pemerintah melihat masyarakat yang tinggal di atas tanah tersebut tidak punya izin atas tanah dan disebut ilegal, sehingga muncul tindakan represif.
“Mereka ditangkap dan dipenjara karena berkebun di tanah yang sudah mereka tempati sebelum Indonesia merdeka. Setelah 2 November tahun ini kepolisian menginformasikan akan menangkap petani-petani disana karena dianggap tidak memiliki izin usaha,” kata Wengki.
Bahkan, katanya, pemerintah mempersoalkan perkebunan masyarakat yang masuk dalam kawasan hutan.
Padahal, secara bersamaan, hutan tersebut masuk ke dalam usulan pembangunan PSN.
“Hanya satu yang dipermasalahkan oleh negara, yaitu wilayah kebun masyarakat yang tidak memiliki izin usaha, padahal disaat yang sama, hutan tersebut menjadi salah satu kawasan usulan PSN dari PT Abaco Pasific Indonesia yang akan membangun Industri Refinery, Petrosea Nikel dan pendukung lainnya,” ujarnya sebagaimana dinukil dari laman Tempo.co.
Dari sana, Wengki mengatakan, pemerintah hanya menempatkan kedaulatan di tangan pengusaha saja atas konflik agraria ini.
“Bagaimana mungkin hari ini rakyat disingkirkan dengan dalih menduduki kawasan hutan tanpa izin, dan disaat yang sama kawasan hutan utu tengah disiapkan untuk PSN dan kawasan hutan itu yang akan dilepaskan statusnya menjadi kawasan hutan,” katanya.
Sebagaimana diketahui, warga Nagari Air Bangis telah melapor masalah pengusiran ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Selasa (19/9/2023) lalu.
Walhi yang ikut dalam pelaporan itu menyatakan, terdapat 45 ribu warga yang terdampak proyek.
Selain itu, mereka meminta Komnas HAM mendesak pemerintah agar menghentikan PSN tersebut. (rdr)