LUBUKSIKAPING, RADARSUMBAR.COM – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat memberikan edukasi dan sosialisasi bagi warga di daerah yang sedang terjadinya konflik satwa jenis harimau sumatra dengan manusia di Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Kamis (11/1/2024).
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar Antoni Vevri di Lubuksikaping, Kamis, mengatakan materi yang disampaikan terkait pemaparan kondisi terakhir penanganan konflik dari 2-11 Januari 2024, mitigasi konflik harimau sumatra dan peraturan yang berlaku.
“Materi disampaikan oleh Kepala Resor Konservasi Wilayah I Panti BKSDA Sumbar Ade Putra dan Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar Rusdiyan P Ritonga,” katanya.
Ia mengatakan, sosialisasi ini sangat perlu diadakan, sehingga warga bisa mengetahui progres dalam menangani konflik yang dilakukan semenjak Selasa (2/1/2024) sampai sekarang.
BKSDA Sumbar menurunkan petugas dengan jumlah cukup banyak mulai dari Resor Konservasi Wilayah I Panti BKSDA Sumbar, Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar, Centre for Orangutan Protection (COP) dan Tim Patroli Anak Nagari (PAGARI) Salareh Aia Kabupaten Agam.
BKSDA Sumbar telah memasang dua kandang jebak di dua lokasi, memasang kamera jebak, memantau keberadaan satwa dengan drone thermal dan menyikapi seluruh laporan dari masyarakat.
“Setidaknya ada 10 laporan dari masyarakat dan hasil identifikasi atau verifikasi lapangan, tidak ditemukan keberadaan satwa tersebut. Sosialisasi itu untuk menepis isu-isu yang berkembang terkait kemunculan satwa di daerah itu,” katanya.
Ia mengakui, telah melakukan penanganan konflik di Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman semenjak Juni 2023.
Nagari atau Desa Binjai, tambahnya, sangat dominan dengan konflik tersebut. Namun dia mohon dukungan masyarakat agar satwa tersebut bisa masuk kandang jebak dan dievakuasi.
Sementara Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar Rusdiyan P Ritonga menambahkan konflik tersebut terjadi akibat ada gangguan terhadap satwa liar, adanya gangguan terhadap habitat satwa liar dan adanya gangguan terhadap satwa mangsanya.
“Konflik tersebut menimbulkan dampak ekologis, sosial dan ekonomi masyarakat yang terganggu. Harimau sumatra dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya akibat populasi sedikit, penurunan dratis populasi di alam, sebaran terbatas atau endemik dan lainnya,” katanya.
Camat Tigo Nagari, Gustian menanbahkan sosialisasi konflik satwa tersebut diadakan di aula Kantor KB Tigo Nagari dihadiri oleh Forum Komunikasi Kecamatan (Forkopimca), wali nagari, Badan Musyawarah (Bamus), Karang Taruna, wali jorong, Porbi, tokoh adat dan lainnya.
“Saya mengucapkan terimakasih kepada BKSDA Sumbar yang telah memberikan sosialisasi ini kepada warga dan kegiatan ini sudah lama diagendakan, karena konflik tersebut telah meresahkan warga sekitar,” katanya.
Ia berharap peserta yang hadir bisa membagi informasi yang didapat kepada warga lain agar masyarakat tidak resah dan mengimbau masyarakat untuk bijak bermedia sosial dengan tidak menyebar luaskan informasi didapat ke media sosial yang meresahkan masyarakat.
“Bijak dalam bermedia sosial dan jangan sembarang memposting informasi yang belum tentu informasinya benar,” katanya. (rdr/ant)
Komentar