Nagari atau Desa Binjai, tambahnya, sangat dominan dengan konflik tersebut. Namun dia mohon dukungan masyarakat agar satwa tersebut bisa masuk kandang jebak dan dievakuasi.
Sementara Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar Rusdiyan P Ritonga menambahkan konflik tersebut terjadi akibat ada gangguan terhadap satwa liar, adanya gangguan terhadap habitat satwa liar dan adanya gangguan terhadap satwa mangsanya.
“Konflik tersebut menimbulkan dampak ekologis, sosial dan ekonomi masyarakat yang terganggu. Harimau sumatra dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya akibat populasi sedikit, penurunan dratis populasi di alam, sebaran terbatas atau endemik dan lainnya,” katanya.
Camat Tigo Nagari, Gustian menanbahkan sosialisasi konflik satwa tersebut diadakan di aula Kantor KB Tigo Nagari dihadiri oleh Forum Komunikasi Kecamatan (Forkopimca), wali nagari, Badan Musyawarah (Bamus), Karang Taruna, wali jorong, Porbi, tokoh adat dan lainnya.
“Saya mengucapkan terimakasih kepada BKSDA Sumbar yang telah memberikan sosialisasi ini kepada warga dan kegiatan ini sudah lama diagendakan, karena konflik tersebut telah meresahkan warga sekitar,” katanya.
Ia berharap peserta yang hadir bisa membagi informasi yang didapat kepada warga lain agar masyarakat tidak resah dan mengimbau masyarakat untuk bijak bermedia sosial dengan tidak menyebar luaskan informasi didapat ke media sosial yang meresahkan masyarakat.
“Bijak dalam bermedia sosial dan jangan sembarang memposting informasi yang belum tentu informasinya benar,” katanya. (rdr/ant)