“Pada konteks ini, UNDP, melalui laporan Human Development Report, mengusulkan pendekatan alternatif dalam memahami pembangunan,” tulisnya dalam buku IPM Sumatera Barat 2024.
UNDP menggambarkan pembangunan secara lebih luas dengan mempertimbangkan tiga aspek seperti umur panjang, kesehatan yang baik, pengetahuan, dan standar hidup layak.
Artinya fokus kembali pada manusia sebagai tujuan utama pembangunan. Manusia bukan hanya sebagai faktor produksi. Pendekatan ini secara tak langsung menekankan pentingnya distribusi kesejahteraan dalam kebijakan pembangunan.
Secara umum, di Indonesia, evaluasi kemajuan pembangunan manusia selalu mengikuti model dan teknik yang diperkenalkan UNDP.
Dalam konteks ini, kemajuan pembangunan manusia di tingkat nasional diukur menggunakan suatu indeks gabungan yang dikenal sebagai Indeks
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) telah menjadi instrumen yang sangat berguna bagi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, akademisi, hingga sektor industri swasta.
Hal ini disebabkan kemampuan IPM untuk memberikan pandangan yang luas terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah dalam konteks yang relevan.
Di lingkup pemerintahan, IPM telah menjadi dasar untuk menentukan alokasi dana umum bagi pemerintah daerah. IPM juga digunakan sebagai alat evaluasi menilai kinerja pembangunan dalam periode waktu tertentu.
Dalam dunia akademis, para ekonom dan ilmuwan sosial menggunakan IPM untuk mendukung penelitian mereka.
IPM seringkali menjadi variabel dalam model matematis dalam berbagai penelitian, baik sebagai variabel dependen maupun independen.
Terakhir, sektor swasta juga memanfaatkan IPM dalam pengambilan keputusan, seperti dalam kebijakan investasi perusahaan.
“Hal ini karena IPM dapat memberikan gambaran tentang kualitas sumber daya manusia dalam suatu ekonomi, baik sebagai faktor produksi maupun konsumen akhir,” tuturnya. (rdr/ant)