Pemkab Pessel Tegaskan Pembangunan SDM Mampu Wujudkan Keadilan Sosial

Bupati Rusma Yul Anwar dan Ketua TP PKK Yunesti Rusma Yul Anwar saat kunjungan kerjanya di salah satu kecamatan di Pesisir Selatan. (Antara)

PAINAN, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat menegaskan keberhasilan pembangunan kini tidak hanya berkaca pada pertumbuhan ekonomi (PE) dan investasi semata, tapi lebih pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Kepala Bappeda Hadi Susilo menyampaikan pola pembangunan seperti itu sejalan dengan visi-misi pembangunan Pesisir Selatan saat ini yang tertuang dalam RPJMD 2021-2026 yang berorientasi pada pembangunan sumber daya manusia.

“Manusia tidak hanya subjek atau pelaku, tapi sekaligus objek atau sasaran pembangunan itu sendiri. Artinya, memberdayakan, bukan memperdaya,” ungkapnya di Painan, Senin (24/6/2024).

Rusma Yul Anwar resmi menjabat sebagai bupati pada Februari 2021 setelah menang telak menumbangkan petahana dengan perolehan 58 persen suara pada Pilkada 2020.

Sebagai mantan seorang guru, ia menjadikan pembangunan kualitas sumber daya manusia sebagai visi, karena menurutnya generasi penerus bangsa di Pesisir Selatan mesti memiliki daya saing tangguh.

Ia ingin anak bangsa menjadi tuan di rumahnya sendiri, jangan sampai menjadi tamu, bahkan penonton. Potensi besar yang dimiliki daerah harus dikelola sendiri agar kedaulatan itu nyata.

Hadi melanjutkan visi itu direalisasikan dalam bentuk perluasan cakupan layanan kesehatan dan pendidikan gratis, utamanya bagi warga kurang mampu, sesuai kewenangan yang dimiliki daerah.

Saat ini nyaris 90 persen masyarakat Pesisir Selatan telah memiliki jaminan layanan kesehatan gratis. Pemerintah kabupaten juga memberi beasiswa bagi siswa bagi keluarga kurang mampu.

“Sadar atau tidak, pola pembangunan ini berdampak signifikan terhadap seluruh indikator makro di Pesisir Selatan. Dalam 3,5 tahun terakhir, semua tumbuh positif,” terang Hadi.

Sementara Kepala BPS Sumatera Barat Sugeng Arianto menjelaskan tradisi melihat pembangunan semata dari sudut pandang ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi atau investasi dinilai tidak menjamin kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Fenomena ini menyoroti kelemahan indikator ekonomi dalam mencerminkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Namun, kelemahan tersebut dapat dijelaskan melalui dua alasan.

Pertama, indikator seperti PDRB hanya mencatat produksi total tanpa memerhatikan siapa yang sebenarnya mendapat manfaat dari produksi tersebut.

Kedua, mereka tidak menunjukkan bagaimana pendapatan yang dihasilkan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal.

“Pada konteks ini, UNDP, melalui laporan Human Development Report, mengusulkan pendekatan alternatif dalam memahami pembangunan,” tulisnya dalam buku IPM Sumatera Barat 2024.

UNDP menggambarkan pembangunan secara lebih luas dengan mempertimbangkan tiga aspek seperti umur panjang, kesehatan yang baik, pengetahuan, dan standar hidup layak.

Artinya fokus kembali pada manusia sebagai tujuan utama pembangunan. Manusia bukan hanya sebagai faktor produksi. Pendekatan ini secara tak langsung menekankan pentingnya distribusi kesejahteraan dalam kebijakan pembangunan.

Secara umum, di Indonesia, evaluasi kemajuan pembangunan manusia selalu mengikuti model dan teknik yang diperkenalkan UNDP.

Dalam konteks ini, kemajuan pembangunan manusia di tingkat nasional diukur menggunakan suatu indeks gabungan yang dikenal sebagai Indeks

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) telah menjadi instrumen yang sangat berguna bagi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, akademisi, hingga sektor industri swasta.

Hal ini disebabkan kemampuan IPM untuk memberikan pandangan yang luas terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah dalam konteks yang relevan.

Di lingkup pemerintahan, IPM telah menjadi dasar untuk menentukan alokasi dana umum bagi pemerintah daerah. IPM juga digunakan sebagai alat evaluasi menilai kinerja pembangunan dalam periode waktu tertentu.

Dalam dunia akademis, para ekonom dan ilmuwan sosial menggunakan IPM untuk mendukung penelitian mereka.

IPM seringkali menjadi variabel dalam model matematis dalam berbagai penelitian, baik sebagai variabel dependen maupun independen.

Terakhir, sektor swasta juga memanfaatkan IPM dalam pengambilan keputusan, seperti dalam kebijakan investasi perusahaan.

“Hal ini karena IPM dapat memberikan gambaran tentang kualitas sumber daya manusia dalam suatu ekonomi, baik sebagai faktor produksi maupun konsumen akhir,” tuturnya. (rdr/ant)

Exit mobile version