Pemkab Pessel Sebut 80% Anak Stunting Berasal dari Keluarga Mampu

Kepala Bappeda Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat Hadi Susilo. (Foto: Dok. Istimewa)

PAINAN, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat mengungkapkan sekitar 80 persen anak stunting di daerah itu justru berasal dari keluarga mampu.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Hadi Susilo mengatakan pemicunya adalah akibat pola asuh yang salah dari orangtua seperti sibuk dengan rutinitas kerja hingga tidak harmonisnya rumah tangga, sehingga anak menjadi korban.

“Beberapa diantaranya tidak cukupnya ASI, membiarkan anak larut dengan gadget dan minimnya perhatian pada tumbuh kembang anak,” ungkapnya di Painan.

Berdasarkan hasil survei nasional penderita stunting di Pesisir Selatan periode 2023 mencapai 2.314 kasus 29,8 persen dari total jumlah anak di daerah itu atau meningkat 4,6 persen jika dibandingkan 2022 yang 25,2 persen.

Dari jumlah itu hanya 470 kasus yang merupakan anak keluarga kurang mampu dan sisanya berasal dari anak keluarga mampu. Dari sisi usia, 795 kasus adalah anak 0-24 bulan dan 1.519 kasus dengan rentang usia 24-59 bulan.

Sementara seperti diketahui pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 menargetkan angka stunting secara nasional pada 2024 hanya di kisaran 14 persen.

Karena itu pemerintah kabupaten lanjut Hadi Susilo telah menyusun sejumlah strategi guna menekan kasus stunting melalui Bapak Angkat Asuh Stunting (BAAS) yang melibatkan pejabat perangkat daerah.

Menggandeng perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik Negera (BUMN) melalui dana tanggung jawab sosial mereka untuk membantu biaya pemenuhan gizi penderita stunting.

Dalam hal ini setiap kepala perangkat dinas diimbau untuk mengakomodir kebutuhan penderita stunting sesuai kemampuannya, dengan asumsi Rp200 ribu per anak per bulan, sesuai standar kesehatan.

Bagi perusahaan swasta atau BUMN bisa menyalurkan lewat Satuan Tigas (Satgas) yang telah dibentuk pemerintah kabupaten atau bisa juga langsung ke keluarga yang bersangkutan.

“Sekema tersebut hanya berlaku untuk anak stunting yang berasal dari keluarga kurang mampu,” terang Hadi.

Sedangkan bagi anak yang berasal dari keluarga mampu tidak menerima bantuan. Penanganan dilakukan hanya dalam bentuk sosialisasi pada orang tua atau keluarga masing-masing.

Satgas juga melakukan pemantauan secara berkala terhadap perkembangan anak yang terindikasi selama, sehingga penderita benar-benar terlepas dari status anak stunting.

Petugas yang digawangi tenaga medis dan penyuluh Puskesmas itu tersebar di seluruh kecamatan yang ada. Dengan demikian penanganan dan pemantauan penderita bisa lebih maksimal.

“Kami optimis, upaya dan dukungan dari semua pihak bisa melepaskan Pesisir Selatan dari kasus stunting,” sebutnya. (rdr/ant)

Exit mobile version