Pemkab Pessel Lakukan Antisipasi Kenaikan Harga Beras Dampak El Nino

PAINAN, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat memperkuat koordinasi menyusul kenaikan harga pangan akibat dampak El Nino, meski stok beras daerah cukup.

Sekretaris Dinas Perikanan dan Pangan Yoli Aang Syofria menyampaikan untuk tahap awal koordinasi dilakukan dengan lintas perangkat daerah seperti Dinas Pertanian, pengelola lumbung pangan masyarakat dan kelompok tani.

“Ya, kami telah lakukan rapat dan langkah ke depan yang bakal di lakukan,” ungkapnya didampingi Kepala Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan Vera Kornita di Painan, Rabu (31/8/2023).

Berdasarkan pantauan Dinas Perikanan dan Pangan di Pasar Inpres Painan pada Senin 29 Agustus harga beras verietes PB42, anak daro dan bujang merantau Rp1.000 per Kg, dari Rp13.000 kini menjadi Rp14.000.

Untuk varietes Solok Tanamo dan Sokan Kubang mengalami kenaikan kini Rp16.500 dari yang sebelumnya hanya Rp14 ribu per Kilogram dibandingkan dengan posisi Senin, 21 Agustus.

Cabai merah kampung dari Rp25.000 per Kilogram, kini Rp45.000, cabai merah Kerinci dan cabai Jawa dari Rp38.000 per Kilogram kini menyentuh Rp45.000 per Kilogram.

Daging ayam boiler naik dari Rp25.000 per Kilogram menjadi Rp26.000. Namun di lain sisi terjadi penurunan harga pada komoditi bawang merah dan bawang bombai hingga Rp3.000 per Kilogram.

Yoli melanjutkan kenaikan sejumlah harga bahan pokok tersebut hingga kini belum mempengaruhi daya beli rumah tangga, karena kenaikan masih di bawah rata-rata harga eceran tertinggi.

Pemerintah kabupaten terus melakukan pemantauan secara berkala di sejumlah pasar tradisional, sehingga bisa dilakukan antisipasi lebih dini jika kenaikan harga bahan pokok terus berlanjut.

“Tentu kami akan koordinasikan dengan Bulog dan pemerintah pusat. Sekarang kalau laporannya sudah,” ujarnya.

Ia menjelaskan untuk ketersediaan stok beras daerah kini tercatat lebih kurang 3.005 ton yang terdiri dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) 55 ton dan 29.550 ton di lumbung pangan masyarakat.

Sementara konsumsi rata-rata per kapita masyarakat Pesisir Selatan berdasarkan berdasarkan hasil Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2010 hanya 7,24 Kilogram per Minggu.

Jika angka konsumsi tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk yang kini tercatat 514.000 jiwa, maka kebutuhan selama satu bulan hanya sekitar 3,7 ton, sehingga masih jauh di bawah jumlah ketersediaan.

Artinya pemerintah kabupaten telah memiliki antisipasi kekhawatiran terjadinya paceklik turunnya produksi akibat dampak elnino yang diperkirakan selama empat bulan (Mei-Agustus).

Apalagi sebagian besar sawah masyarakat yang tersebar di seluruh kecamatan telah memasuki musim tanam dan diperkirakan bakal panen pada periode November dan Desember.

“Dengan demikian tidak ada kekhawatiran hingga akhir tahun. Namun begitu, tentu kita harus tetap waspada,” terang mantan Kepala Bagian Kesra itu.

Karena itu dirinya meminta agar masyarakat tetap menjaga pola konsumsi dan jangan terpengaruh dengan isu kelangkaan bahan pokok yang pada akhirnya memicu belanja berlebihan.

Pola belanja yang berlebihan dikhawatirkan bakal memicu kenaikan harga yang lebih tinggi lagi, karena permintaan yang besar. Anomali harga yang terjadi saat ini hanya bersifat sementara.

Kemudian mengimbau masyarakat dapat memanfaatkan pekarangan yang ada untuk menanam kelompok bumbu-bumbuan seperti cabai, sehingga tidak terpengaruh dengan pasokan dari sentra produksi.

“Ya, karena memang untuk cabai kita bukan daerah sentra produksi. Sedangkan untuk beras itu hanya karena musim panen raya yang telah lewat selama dua bulan,” tuturnya.

Secara terpisah Ketua Kelompok Tani Batang Tumbulun Buskamil mengakui saat ini sebagian besar area persawahan kini tengah memasuki musim tanam dan bakal panen pada akhir tahun.

Dengan demikian pergerakan harga dapat terkendali kembali. Meski begitu pemerintah kabupaten dapat memperbaiki infrastruktur pertanian agar luas tanam bertambah dan memacu produktivitas lahan.

Sebagian besar irigasi kini tidak berfungsi berfungsi dengan baik akibat bencana alam minimnya anggaran. Sebab ketersediaan irigasi yang memadai merupakan penentu utama produktivitas.

Penyediaan dan pembenahan irigasi mesti dilakukan dengan masif, bukan sporadik di beberapa titik saja, sehingga daya ungkit ungkit pertanian sebagai tulang punggung perekonomian daerah berfungsi optimal.

“Jika produksi baik, tentu petani sejahtera dan angka kemiskinan otomatis akan turun. Bicara penurunan kemiskinan adalah soal kesejahteraan petani,” jelasnya. (rdr/ant)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version