Soal Bayi Tersandera di RSU BKM Pesisir Selatan, Ini Kata Pemerhati Hukum Kesehatan

Rumah sakit tidak berwenang menahan atau menolak pasien, meski mereka tidak punya uang.

Pemerhati Hukum Kesehatan Universitas Eka Sakti Padang Firdaus Diezo. (dok. pribadi)

Pemerhati Hukum Kesehatan Universitas Eka Sakti Padang Firdaus Diezo. (dok. pribadi)

PESSEL, RADARSUMBAR.COM – Pemerhati Hukum Kesehatan Universitas Eka Sakti Padang Firdaus Diezo prihatin atas kebijakan RSU BKM Kabupaten Pesisir Selatan menjadikan bayi jaminan biaya persalinan.

Rumah sakit tidak berwenang menahan atau menolak pasien, meski mereka tidak punya uang, karena kesehatan merupakan salah satu hak dasar bagi setiap warga negara sesuai amanah dari pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) NKRI 1945.

“Jika tidak berwenang, maka ada implikasi hukum di sana. Ya, mestinya bisa dipidana. Dulu di UU nomor 44 tahun 2009 memang pidana,” ungkap Diezo di Padang, Selasa (17/10/2023).

Sisri, salah seorang ibu rumah tangga di Nagari Limau Gadang Lumpo, Kecamatan IV Jurai hanya bisa menangis, saat bayi kembarnya ditahan pihak RSU BKM karena tak mampu membayar biaya persalinan.

Dia mengaku sudah 15 hari ditahan pihak rumah sakit BKM Sago, karena tidak mampu membayar biaya persalinan Rp36.657.800, bahkan suaminya sudah berupaya membuat surat keterangan miskin, namun tidak ada hasil.

Diezo melanjutkan kebijakan yang diambil BKM pun bertentangan dengan prinsip dasar penyelenggaraan dan pelayanan kesehatan di Indonesia yang menganut azaz perikemanusiaan, bukan berdasar pada nilai materi semata.

Apalagi berdasarkan pemeriksaan medis dari dokter yang menanganinya pasien sudah diperbolehkan pulang atau atas dasar permintaan sendiri, karena berisiko jika tidak diizinkan bisa memicu dampak lain, mengingat rumah sakit banyak virus.

Bahkan seiring perkembangan ilmu medis dan teknologi waktu inap kini justeru kian dikurangi guna, meski ada pasien yang mungkin belum mampu melunasi ongkos berobatnya, karena rumah sakit bukan tempat memelihara pasien.

“Itu aturan yang mengatur. Justeru menjadi salah jika tetap menahan pasien, apalagi yang ditahan itu seorang bayi,” jelasnya.

Bahan pasal 42 UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan menegaskan setiap bayi berhak memperoleh air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan sampai usia 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

Sementara, RSU BKM malah menahan bayi tersebut, sehingga menjadi riskan baginya untuk mendapatkan ASI ekslusif. Karena itu manajemen hendaknya segera memberikan bayi tersebut pada orang tuanya.

Menurutnya uang dan kesehatan adalah dua urusan yang berbeda yang tidak bisa disangkutkan. Hukum tertinggi dalam kesehatan adalah keselamatan pasien, karena bagian dari upaya negara untuk menjaga warganya agar tetap produktif.

Karena itu rumah sakit wajib melaksanakan fungsi sosial seperti memberikan fasilitas pelayanan bagi Pasien tidak mampu atau miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulans gratis, pelayanan bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

Sebab setiap orang berhak hidup sehat secara fisik, jiwa, dan sosial mendapatkan Pelayanan Kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau agar dapat mewujudkan derajat Kesehatan yang setinggi-tingginya.

Menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya secara mandiri dan bertanggung jawab, bahkan menolak tindakan pertolongan yang akan diberikan padanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan itu.

“Nah, perlu kita pertanyakan juga pada RSU BKM, apakah sebelum melakukan tindakan sudah menyampaikan informasi soal biaya pada pasien, karena itu adalah hak pasien,” tutupnya. (rdr/ant)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version