“Saya punya tiga cita-cita: Wartawan, Dosen, Pengacara. Semuanya sudah terwujud. Sekarang saya ingin mengabdi untuk Sawahlunto, atas dasar rasa kecintaaan pada kampung halaman,” katanya.
Keinginan tersebut makin kuat, setelah dirinya mendapat dukungan dari teman-temannya di kampung halaman.
“Niat maju Pilwako ini sebenarnya sudah lama, berkat dorongan teman-teman saya di kampung. Sekarang, tidak ada salahnya untuk menapaki jalan ini,” beber alumni SMAN 1 Sawahlunto itu.
Selama menjalani profesi sebagai wartawan, Subroto kerap berkomunikasi dengan Wali Kota Sawahlunto. Salah duanya adalah Amran Nur dan Deri Asta. Bagi dia, Amran Nur merupakan sosok yang berhasil mengubah wajah Sawahlunto.
Dari wilayah yang sama sekali tidak terlihat, menjadi kawasan yang diperhitungkan di Sumatera Barat. Perubahan-perubahan tersebut menurut dia, kemudian diteruskan oleh Deri Asta, Wali Kota periode 2018-2023 lalu.
Namun untuk kedepan, ia menyebut perubahan-perubahan tersebut bisa dioptimalisasikan lagi, dengan langkah-langkah yang lebih matang.
“Kerja tersebut bisa dilakukan dengan lebih proaktif. Saya teringat bagaimana dulu Pak Amran Nur berani menjemput bola peluang pembangunan ke pemerintah pusat.”
“Bagaimana pula beliau memanfaatkan jaringannya, agar Sawahlunto jadi mendapat andil pembangunan dari pemerintah pusat, sehingga Sawahlunto jadi lebih diperhitungkan.”
“Dan terakhir bagaimana pula mengelola pembangunan tersebut agar bisa berdampak bagi masyarakat. Semuanya harus terjalin dengan baik,” jelasnya.
Subroto mengaku, dirinya menjadikan Amran Nur sebagai guru, dan dia ingin mengulang kembali kejayaan-kejayaan Sawahlunto selama di bawah kepemimpinan Wali Kota 2003-2010 itu.
“Saya menjadikan Amran Nur sebagai guru, dia adalah guru saya. Saya belajar banyak dari beliau. Saya tahu apa yang dia lakukan untuk merubah Sawahlunto, dan seperti beliaulah pemimpin ideal yang dibutuhkan Sawahlunto,” tutupnya. (rdr)