SIJUNJUNG, RADARSUMBAR.COM – Tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar) menelusuri keberadaan dua ekor gajah yang terlihat untuk pertama kalinya pada 14 Februari 2023 di Nagari Durian Gadang, Sijunjung provinsi setempat.
“Tim melakukan penelusuran hingga Minggu (19/2) demi memastikan keberadaan dua ekor gajah yang akhirnya terlihat lagi di Sumbar,” kata Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono di Padang, Senin.
Ia mengatakan penampakan gajah di Sumbar merupakan sebuah fenomena karena tidak pernah terjadi sejak 1981 di Solok Selatan.
Oleh karena itu, pihaknya melakukan penelusuran dengan mengikuti jejak, kotoran, serta sisa-sisa tumbuhan yang dimakan oleh dua ekor gajah dalam rute perjalannya.
Pengecekan dilakukan langsung ke lapangan oleh tim BKSDA Sumbar bersama unsur Muspika, KPHL Sijunjung, pengelola Geopark Silokek, dan Wali Nagari Durian Gadang Sijunjung.
Dari hasil penelusuran tim menyimpulkan bahwa pada Rabu (15/2) dua ekor gajah itu sudah tidak berada lagi di Sumbar.
Dari hasil penelusuran jejak, tim menyimpulkan bahwa gajah telah mengarah ke Riau melalui koridor Rimbang Baling.
BKSDA mengidentifikasi dua ekor mamalia besar itu adalah gajah muda jantan dengan perkiraan umur lima hingga delapan tahun.
Dengan mempertimbangkan umur yang masih muda serta jenis kelamin sama-sama jantan, diduga gajah tersebut tersesat atau terpisah dari kelompok utamanya.
“Gajah memungkinkan untuk membentuk kelompok baru minimal ada satu pasangan dan berumur sepuluh tahun,” jelasnya.
Ardi menceritakan penelusuran dilakukan oleh pihaknya sampai ke jarak delapan kilometer dari titik terakhir dilihat oleh warga.
BKSDA mengajak masyarakat Sumbar merespon kemunculan gajah tersebut dengan suka cita dan menjaga keberadaannya secara bersama-sama, tidak melakukan perburuan atau berbondong-bondong mendekati gajah.
“Ini adalah aset bagi Sumbar yang menyatakan bahwa daerah kita punya gajah, mari sama-sama kita lindungi keberadaan dan keselamatannya,” ajaknya.
BKSDA menegaskan pelaku yang memburu gajah bisa dijerat dengan pidana sebagaimana termuat dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. (rdr/ant)