PH Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Rusun Sijunjung Minta Kliennya Dikeluarkan dari Rutan Padang

Penetapan tersangka terhadap Konsultan Pengawas proyek Rusun di Sijunjung itu tidaklah sah.

Sidang praperadilan penetapan tersangka dugaan korupsi pembangunan Rusun Sijunjung. (Foto: Dok. Istimewa)

Sidang praperadilan penetapan tersangka dugaan korupsi pembangunan Rusun Sijunjung. (Foto: Dok. Istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Penasehat Hukum (PH) dari salah satu tersangka dugaan korupsi pembangunan rumah susun (Rusun) Pemerintah Kabupaten Sijunjung berinisial A, Mardefni meminta kliennya segera dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Padang.

Ia mengatakan, penetapan tersangka terhadap Konsultan Pengawas proyek Rusun di Sijunjung itu tidaklah sah. Sehingga, katanya, sesuai permohonannya kepada hakim praperadilan, kliennya harus segera dikeluarkan dari Rutan Anak Air Padang.

“Makanya kami melakukan (gugatan) praperadilan terhadap Kejati Sumbar,” katanya.

Sementara itu, saksi ahli dari pihak tersangka A, Fitriati menyebut bahwa kasus pidana dengan tempus dan locus delicti yang sama tidak bisa diusut kembali.

“Dalam konteks ini, bila perkaranya sama, orangnya, locus dan tempusnya sama, maka pengertiannya adalah perkara yang sama. Karena itu, kasus ini tidak bisa disidik kembali,” kata Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Eka Sakti (Unes) Padang itu dalam keterangan tertulis yang diterima Radarsumbar.com, Jumat (24/2/2023).

Ia menegaskan bahwa secara prinsip kasus tidak bisa dibuka kembali, kecuali ada satu hal yang disebut sebagai alat bukti baru yang dikenal sebagai novum.

“Bukan sekedar alat bukti baru, melainkan novum yang mampu membuka unsur-unsur tindak pidana menjadi terpenuhi,” katanya.

Selain itu, menyangkut persoalan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikatakan Termohon sebagai SPDP yakni Surat Pemberitahuan Penyidikan Perkara Tindak Pidana kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, menurut Fitriati hal itu bukan merupakan SPDP.

“SPDP itu adalah sebuah surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, karena yang akan menuntut nantinya di pengadilan adalah penuntut umum, bukan KPK,” katanya.

Sehingga, katanya, surat tersebut merupakan sebuah pemberitahuan kepada KPK bahwa Kejati Sumbar melakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi.

“Selama ini yang terjadi begitu, karena tidak ada yang mempersoalkan masalah ini melalui lembaga praperadilan, kasus itu tetap jalan sampai vonis hakim di pengadilan,” katanya.

Ahli Tindak Pidana Korupsi dan Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta (UBH), Boy Yendra Tamin mengatakan, pada tindak pidana korupsi, sebuah novum harus diuji terlebih dahulu.

“Apakah novum itu untuk KPA, PPK, Kontraktor atau Konsultan Pengawas. Inilah letak perbedaannya,” katanya.

“Jika novum yang ditemukan itu untuk KPA, PPK atau Kontraktor tidak bisa dijadikan sebagai bukti untuk Konsultan Pengawas karena konteksnya sangat berbeda jauh, kontraknya saja dibedakan antara kontrak fisik dan konsultan pengawas,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Kejati Sumbar menahan lima tersangka dugaan kasus korupsi pembangunan Rusun bagi ASN atau pekerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sijunjung.

Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sumbar, Mustaqpirin mengatakan, tersangka pertama yang ditahan yakni, AR, EE dan TR, JHP dan A.

“Ini dari proses penyelidikan kami sendiri dimana ada dugaan urusan pekerjaan rumah susun di Sijunjung yang terindikasi adanya penyimpangan spesifikasi ataupun pengurangan volume,” kata Mustaqpirin.

Dalam perkembangannya, kata Mustaqpirin, terdapat suatu proses hukum yang pada saat ini naik ke status penyidikan hingga ditetapkan lima tersangka.

Setelah melalui proses pemeriksaan dengan didampingi pengacara dan diberikan seluruh hak selaku tersangka, dinyatakan kondisi mereka sehat dan layak untuk ditahan.

Putus Kontrak
Mustaqpirin mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan sejak tahun 2021, namun surat perintah penyidikan baru turun pada tahun 2022.

Ia mengatakan, modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah mengurangi spesifikasi, kemudian tak ada perkembangan pembangunan atau tidak selesai.

“Sehingga terjadi putus kontrak yang seharusnya (dilakukan) namun tetap dibayarkan 100 persen,” katanya.

Dalam perkembangan, untuk memperkuat bukti Kejati Sumbar meminta dan melibatkan BPKP selalu ahli, kemudian LKPP untuk memperkuat hasil teknis dari penghitungan kerugian oleh negara dari BPKP biar sinkron.

Lantas apa peran dari tersangka pembangunan Rusun ASN Pemkab Sijunjung yang sudah ditahan? Kepala Seksi Penyidikan Kejati Sumbar, Sumriadi mengatakan, pagu anggaran pembangunan Rusunawa tersebut mencapai Rp13.100.000.000 dalam tahun anggaran 2018.

Untuk dua tersangka lainnya, yakni JHP bertindak sebagai Pelaksana Lapangan dan AL sebagai Manajemen Konstruksi. “Tersangka AR sebagai PPK, EE, kuasa Direktur PT Hagiat Lestari dan TR Pelaksana Lapangan PT Hagita,” katanya. (rdr-008)

Exit mobile version