PADANGARO, RADARSUMBAR.COM – Petani di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat mengaku merugi akibat kelangkaan bibit jagung hibrida yang berimbas pada terlambatnya proses penanaman.
“Lahan kami sudah selesai di olah dan siap ditanami tetapi bibit jagung hibrida malah kosong dan sulit didapatkan sehingga harus di olah ulang dan itu butuh biaya tambahan,” kata seorang Petani Isul (32),di Padang Aro, Rabu.
Dia mengatakan, kelangkaan bibit jagung hibrida sudah berlangsung sekitar dua bulan dan berharap Pemerintah memberikan solusi agar kerugian petani bisa dikurangi.
Semakin lama kelangkaan bibit katanya, maka proses tanam terlambat dan panen juga bakal telat padahal banyak petani yang mengandalkan budidaya jagung sebagai pendapatan utama.
Warga lainnya Andi (35) mengatakan, dengan susahnya bibit jagung hibrida membuat petani merugi baik secara materi maupun waktu.
“Dengan tertundanya penanaman maka otomatis panen juga terlambat sehingga yang biasanya bisa tiga kali setahun sekarang hanya dua kali,” ujarnya.
Dia berharap, bibit jagung hibrida segera tersedia sehingga petani bisa segera melakukan penanaman dan petani tidak bertambah rugi.
Seorang pedagang bibit jagung hibrida Jupriadi mengatakan tidak ada kepastian bibit jagung hibrida akan datang.
Setiap hari katanya, selalu ada saja petani yang menanyakan ketersediaan bibit jagung hibrida karena banyak lahan yang siap tanam.
Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Solok Selatan Nurhayati mengatakan, bibit favorit petani jagung Kabupaten itu yaitu jenis Pionir 32 Singa sedangkan yang merek lain tidak dihiraukan.
Petani di Solok Selatan katanya, hanya terpaku pada satu jenis bibit ini saja sehingga membuat stok terbatas dan imbasnya harga juga naik.
Selain itu katanya, untuk jenis bibit ini produksinya juga sudah dikurangi sehingga sering kali petani kesulitan dalam mendapatkannya.
“Kami mengimbau petani tidak hanya mengembangkan satu jenis bibit saja tetapi harus lebih variatif sehingga harganya tidak tinggi dan juga mudah didapatkan,” ujarnya.
Dia menyebutkan, untuk Kecamatan Sangir memang banyak petani yang menjadikan lahan sawah untuk ditanami jagung karena dinilai lebih ekonomis.
Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, juga menyediakan bibit jagung hibrida bersubsidi bagi masyarakat tetapi tidak diminati oleh petani karena berbeda merek dengan yang biasa dikembangkan.
“Bibit jagung hibrida bersubsidi yang kami sediakan memang tidak sesuai kegemaran masyarakat sehingga tidak ada yang mau,” katanya. (rdr/ant)