Namun di era digitalisasi sekarang ini, nilai-nilai agama sudah memudar dan tidak terpancar dalam setiap interaksi yang berlangsung.
“Maka dari itu, menjalankan esensi agama sesuai dengan mestinya perlu diperbaharui kembali,” katanya.
Di tengah banyaknya berbagai macam aliran keras, radikal, yang tidak mengutamakan persatuan, maka moderasi beragama merupakan jawaban dari itu semua.
“Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara,” katanya.
Tidak hanya paham radikal yang perlu diantisipasi, sikap tawasuth atau berada di posisi tengah juga mesti perlu muncul dalam diri dan tindakan.
“Ini bukan satu yang hal yang baru, para guru-guru dan ulama-ulama kita terdahulu sudah mengajarkan hal seperti ini,” katanya.
Semestinya keberadaan Ponpes, kata Boby, harus menjadi wadah untuk pengkaderan orang-orang yang akan berada di tengah-tengah masyarakat dan menyebarkan moderasi beragama wabil khusus Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
Era teknologi informasi yang menghadirkan segala kecepatan banyak sekali bertebaran informasi di tengah-tengah masyarakat, baik itu benar ataupun salah.
“Maka sebagian daripada umat hari ini banyak yang gampang terpancing emosinya saja teradu domba dengan berita palsu atau bohong (hoaks), sehingga terjadi perpecahan di tengah masyarakat,” tuturnya. (rdr-008)