Terkait persoalan perizinan yang tumpang tindih pasca-diberlakukannya OSS yang baru, Andre mengaku mendapatkan keluhan dari beberapa kepala daerah. Salah satunya persoalan izin lokasi. Dimana Izin lokasi yang dikeluarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), sering kali keluar tanpa adanya koordinasi dengan kepala daerah.
“Ada satu daerah, dimana izin bupati masih berlaku sampai 2022 tapi secara tiba-tiba izin baru dari Kementerian ATR keluar, sehingga tumpang tindih dan membingungkan,” ujarnya. Ia berharap hal-hal seperti ini dapat menjadi masukan bagi Kementerian Investasi dan BKPM, sehingga tujuan baik dari kehadiran UU Cipta Kerja ini dapat tercapai.
Ia juga berharap agar acara sosialisasi ini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan pelaku usaha terutama terkait peraturan perundang-undangan sehingga mampu menunjang usahanya. “Sehingga bisnisnya menjadi semakin besar, dan Insya Allah berkah,” pungkas Andre.
Narasumber lainnya, Staf Ahli Bidang Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal Kementerian Investasi dan BKPM, Heldy Satrya Putera, menegaskan, kehadiran UU Cipta Kerja dengan metode omnibus law, karena banyaknya peraturan yang tumpang tindih, antara peraturan di tingkat kabupaten/kota, dengan peraturan di tingkat provinsi sampai peraturan di tingkat pusat. “Hal ini menyulitkan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Karena itu UU Cipta kerja ini sangat penting.
UU Cipta Kerja katanya, diperuntukkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak lagi. Karena lapangan pekerjaan yang dapat disediakan pemerintah terbatas. Untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang baru katanya, kita harus mendorong tumbuhnya kegiatan-kegiatan usaha di Indonesia. “Dengan adanya kegiatan usaha ini maka akan terciptalah lapangan pekerjaan,” ujarnya.
Ia menyebut, UMKM merupakan kegiatan usaha yang jumlah paling besar di Indonesia. Begitu juga tenaga kerja yang diserap sektor ini pun jauh lebih besar dibanding usaha besar. Pemerintah katanya, saat ini ingin mendorong agar UMKM ini dapat tumbuh lebih banyak dan berkembang lebih besar.
Apa masalah utama dari para pelaku UMKM di Indonesia? Yang paling besar adalah masalah perizinan. Hampir sebagian besar pelaku UMKM tidak memiliki izin, terutama disektor non formil.
Ketika pelaku usaha ini tidak mempunyai izin, mereka tidak memiliki akses ke institusi keuangan atau perbankan. Ini yang kemudian menyebabkan pelaku UMKM di Indonesia tidak bisa berkembang lebih baik. “Ini yang menyebabkan angkatan-angkatan kerja kita tidak bisa membuka lapangan usaha, tidak bisa menciptakan lapangan pekerjaan,” tuturnya.
Padahal, katanya, pemerintah berupaya bagaimana angkatan-angkatan muda ini mampu melakukan kegiatan usaha yang akhirnya membuka peluang kerja, bukan mencari-cari kerja. Dengan adanya OSS ini, dia berharap mampu menjawab persoalan perizinan ini. OSS hadir untuk melayani pelaku usaha mendapatkan izin. OSS berbasis risiko memberikan kemudahan kepada pelaku usaha, mulai dari risiko rendah, menengah dan risiko tinggi.
“Untuk risiko rendah, persyaratan dan lamanya proses perizinan jauh lebih sedikit dan cepat jika dibandingkan dengan risiko menengah dan risiko tinggi. Ini yang membedakan layanan perizinan berusaha yang ada saat ini. Kalau dulu, hampir sama saja dan lebih sulit,” paparnya. (rdr)