Andre Rosiade: NIB dengan Sistem OSS tak Perlu Repot Lagi Urus Izin yang Terpisah-pisah

"Kami sebagai anggota DPR RI yang memiliki kewenangan untuk mengawasi jalannya pelaksanaan UU, berkewajiban secara konstitusi mengawasi terlaksananya implementasi UU ini secara baik"

Sosialisasi Sistem Online Single Submission (OSS) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Hotel Truntum Padang, Kamis (21/10/2021). (radarsumbar.com)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pada 2 November tahun 2020 lalu, pemerintah telah mensahkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang disusun dalam bentuk omnibus law. Tujuannya untuk mengatur sektor-sektor yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja dan investasi di Indonesia. Dengan metode omnibus law ini, maka 76 UU direvisi sekaligus, sehingga dengan UU Cipta Kerja mengatur multisektor.

Demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade saat menjadi narasumber Sosialisasi Sistem Online Single Submission (OSS) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Hotel Truntum Padang, Kamis (21/10/2021).

Andre menyebutkan, beberapa tujuan disahkannya UU Cipta Kerja ini adalah:

  1. Menaikkan kemudahan berusaha.
  2. Menyelesaikan persoalan tumpang tindih kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
  3. Menghindari regulasi yang berlebih.
  4. Meningkatkan penciptaan lapangan kerja.
  5. Memberikan perlindungan dan kemudahan berusaha bagi UMKM dan koperasi.

UU Cipta Kerja ini katanya, dapat memudahkan pelaku usaha dengan cara menerapkan daftar prioritas bidang usaha yang didorong untuk investasi. “Ratusan UMKM dapat bermitra dengan modal asing dan pengaturan persyaratan investasi yang lebih memudahkan,” ujar Andre yang berbicara secara daring.

Disebutkan, dalam UU cipta kerja terdapat 10 klaster antara lain:

  1. Penyederhanaan perizinan berusaha
  2. Peningkatan ekosistem investasi
  3. Ketenagakerjaan
  4. UMKM dan koperasi
  5. Riset dan inovasi serta kemudahan berusaha
  6. Perpajakan
  7. Kawasan ekonomi dan pengadaan lahan
  8. Administrasi pemerintahan
  9. Investasi pemerintah dan proyek stabilitas nasional
  10. Sanksi

“Kami sebagai anggota DPR RI yang memiliki kewenangan untuk mengawasi jalannya pelaksanaan UU, berkewajiban secara konstitusi mengawasi terlaksananya implementasi UU ini secara baik,” tegas Andre.

Andre menjelaskan, melalui UU Cipta Kerja, pemerintah berkeinginan untuk memberi kemudahan berusaha, pemberdayaan dan perlindungan kepada UMKM dan koperasi di antaranya pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui Sistem Online Single Submission (OSS). NIB ini berlaku sebagai izin usaha, izin edar, SNI dan sertifikasi produk halal.

“Jadi dengan mendapat NIB di pelayanan satu pintu, bapak dan ibu tidak perlu lagi repot-repot mengurus izin yang terpisah-pisah,” kata Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat ini.

Lalu katanya, ada lagi insentif dan kemudahan usaha dari pusat dan pemprov, bagi usaha menengah dan besar yang bermitra dengan usaha kecil dan menengah. “Kemudahan otonomi daerah dan insentif fiskal, melalui penyederhanaan administrasi, izin gratis dan insentif,” ujarnya. Kemudian, pengelolaan terpadu usaha mikro dan kecil melalui sinergi pusat daerah dan stakeholder melalui pendampingan dan fasilitas.

Terkait persoalan perizinan yang tumpang tindih pasca-diberlakukannya OSS yang baru, Andre mengaku mendapatkan keluhan dari beberapa kepala daerah. Salah satunya persoalan izin lokasi. Dimana Izin lokasi yang dikeluarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), sering kali keluar tanpa adanya koordinasi dengan kepala daerah.

“Ada satu daerah, dimana izin bupati masih berlaku sampai 2022 tapi secara tiba-tiba izin baru dari Kementerian ATR keluar, sehingga tumpang tindih dan membingungkan,” ujarnya. Ia berharap hal-hal seperti ini dapat menjadi masukan bagi Kementerian Investasi dan BKPM, sehingga tujuan baik dari kehadiran UU Cipta Kerja ini dapat tercapai.

Ia juga berharap agar acara sosialisasi ini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan pelaku usaha terutama terkait peraturan perundang-undangan sehingga mampu menunjang usahanya. “Sehingga bisnisnya menjadi semakin besar, dan Insya Allah berkah,” pungkas Andre.

Narasumber lainnya, Staf Ahli Bidang Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal Kementerian Investasi dan BKPM, Heldy Satrya Putera, menegaskan, kehadiran UU Cipta Kerja dengan metode omnibus law, karena banyaknya peraturan yang tumpang tindih, antara peraturan di tingkat kabupaten/kota, dengan peraturan di tingkat provinsi sampai peraturan di tingkat pusat. “Hal ini menyulitkan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Karena itu UU Cipta kerja ini sangat penting.

UU Cipta Kerja katanya, diperuntukkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak lagi. Karena lapangan pekerjaan yang dapat disediakan pemerintah terbatas. Untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang baru katanya, kita harus mendorong tumbuhnya kegiatan-kegiatan usaha di Indonesia. “Dengan adanya kegiatan usaha ini maka akan terciptalah lapangan pekerjaan,” ujarnya.

Ia menyebut, UMKM merupakan kegiatan usaha yang jumlah paling besar di Indonesia. Begitu juga tenaga kerja yang diserap sektor ini pun jauh lebih besar dibanding usaha besar. Pemerintah katanya, saat ini ingin mendorong agar UMKM ini dapat tumbuh lebih banyak dan berkembang lebih besar.

Apa masalah utama dari para pelaku UMKM di Indonesia? Yang paling besar adalah masalah perizinan. Hampir sebagian besar pelaku UMKM tidak memiliki izin, terutama disektor non formil.

Ketika pelaku usaha ini tidak mempunyai izin, mereka tidak memiliki akses ke institusi keuangan atau perbankan. Ini yang kemudian menyebabkan pelaku UMKM di Indonesia tidak bisa berkembang lebih baik. “Ini yang menyebabkan angkatan-angkatan kerja kita tidak bisa membuka lapangan usaha, tidak bisa menciptakan lapangan pekerjaan,” tuturnya.

Padahal, katanya, pemerintah berupaya bagaimana angkatan-angkatan muda ini mampu melakukan kegiatan usaha yang akhirnya membuka peluang kerja, bukan mencari-cari kerja. Dengan adanya OSS ini, dia berharap mampu menjawab persoalan perizinan ini. OSS hadir untuk melayani pelaku usaha mendapatkan izin. OSS berbasis risiko memberikan kemudahan kepada pelaku usaha, mulai dari risiko rendah, menengah dan risiko tinggi.

“Untuk risiko rendah, persyaratan dan lamanya proses perizinan jauh lebih sedikit dan cepat jika dibandingkan dengan risiko menengah dan risiko tinggi. Ini yang membedakan layanan perizinan berusaha yang ada saat ini. Kalau dulu, hampir sama saja dan lebih sulit,” paparnya. (rdr)

Exit mobile version