“Mestinya Unand malu mendatangkan ratusan aparat mendatangi seorang perempuan dengan cara-cara seperti itu,” sebut Nek Nely, salah seorang warga yang menyaksikan proses perubuhan itu.
Zuldesni dan warga sendiri sudah sering menyampaikan harapan agar masalah ini diselesaikan dengan cara elok tanpa surat-surat yang saban waktu berisi ancaman dan intimidasi. Namun Rektor Universitas Andalas bergeming dengan mengirimkan Azral dan Hary Efendi yang sedang tugas belajar (S3) dengan tim sembilannya beberapa waktu lalu. Tim ini menegosiasikan pengusiran Zuldesni dari rumah yang dia huni.
Pasca kedatangan Hary Efendi dan Tim Sembilan, Rektor Unand memerintahkan dekan FISIP agar menyidang Zuldesni dengan dugaaan pelanggaran disiplin PNS sesuai PP 94 tahun 2021. “SK Rektor itu sendiri salah, dan cacat hukum,” terang kuasa hukum warga Ali Syamiarta dari kantor Advokat Menara Justice, Jakarta.
“Ada banyak kesalahan pada SK Rektor itu. Pertama, SK pencabutan penghunian itu tidak jelas ditujukan kepada siapa, karena tidak ada lampirannya. Kedua, keluarnya SK katanya demi pelaksanaan Master Plan dimana ada rencana pembangunan Rusun ASN, dll. Justru dalam pertemuan dengan sebagian warga pada tanggal 20 September 2021, Rektor dan WR II mengakui kalau keputusan mereka tak lain karena mengharapkan dana sisa PUPR untuk pembangunan Rusun ASN itu.”
“Harapan pada kucuran dana sisa PUPR itu, maka salah satu syaratnya adalah ketersediaan lahan, dan Unand memutuskan menggunakan area rumah negara dengan mengusir penghuni lebih dulu, baru kemudian mengajukan permohonan penghapusan aset dalam bentuk bangunan rumah. Jadi warga yang dikorbankan oleh Rektor demi kucuran dana proyek dari PUPR itu,” tegas Ali Syamiarta.
Perubuhan rumah negara yang dihuni Zuldesni mestinya secara aturan dapat dilakukan setelah keluarnya keputusan tentang penghapusan aset. Unand sebagai kuasa pengguna barang cuma boleh mengusulkan ke kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek-Dikti, yang selanjutnya diusulkan kepada Sri Mulyani selaku pengelola barang milik negara.
“Bila Bu Sri Mulyani sudah ada teken itu keputusan. Saya sendiri yang akan minta para pemberi kuasa ke saya untuk keluar. Tapi dalam sidang bukti-bukti di PTUN, kuasa hukum Rektor Unand tak ada menunjukkan surat keputusan menteri keuangan dimaksud,” sebut Ali.
Usaha Zuldesni dan warga Rumah Negara Limau Manis sudah sangat panjang, yang dimulai sejak April 2021 lalu. Perjuangan itu bahkan sampai ke pihak kepolisian yang berujung pada SP3 dari Polda terkait pelaporan Rektor oleh Zuldesni karena diduga telah menyalahgunakan wewenang. “Saya sudah tak tahu lagi mesti kemana,” kata Zuldesni lemah.
“Kami sudah menempuh seluruh jalur hukum, namun hegemoni Rektor dan kampus telah membuat banyak orang tutup mulut, dan takut bila berdekatan dengan kami, bahkan demikian kawan-kawan di kampus. Untuk menyatakan simpati atas perubuhan hunian saya ini saja, mereka diam. Padahal mereka mengetahui bahkan turut hadir karena disiarkan secara virtual,” terang Zuldesni.
“Satu hal yang pasti bagi saya dan kami warga di sini. Bahwa saya dan warga, telah melawan ketidakadilan ini dengan sebaik-baiknya, dan sehormat-hormatnya,” kata Zuldesni dengan wajah tegar. (***)