Dalam posisi itu, sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak untuk mengusung calon di 2024, PDIP hanya butuh koalisi dengan partai kecil. “Dia bisa mainkan kartu dengan siapa pun kalau Ganjar ngeyel enggak bisa dipegang. Dia bisa ambil partai kecil yang bisa backup elektabilitas Mbak Puan,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto membuka peluang berkoalisi dengan Gerindra. Hal ini merespons Sekretaris Gerindra Ahmad Muzani yang menyebut ada opsi koalisi bersama PDIP untuk Pemilu 2024. Kedua partai ini pernah duet pada Pemilu 2009. Saat itu, Megawati sebagai capres dan Prabowo menjadi cawapres. Namun, hubungan Megawati-Prabowo retak saat Pilpres 2014. Gerindra kecewa karena PDIP mengingkari janji untuk mendukung Prabowo.
PDIP saat itu memilih mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres, bersama Jusuf Kalla (JK) cawapres. Prabowo pun maju bersama Hatta Rajasa untuk menantang Jokowi dan JK. Prabowo kalah. Hubungan kedua partai semakin ‘meruncing’ hingga Pilpres 2019.
Jokowi maju lagi dan kini menggandeng ulama NU Ma’ruf Amin. Prabowo juga maju kembali sebagai capres. Ia menggandeng Sandiaga Uno. Lagi-lagi, Prabowo kalah. Namun, Jokowi menggandeng Prabowo, dan mengangkatnya sebagai menteri pertahanan. Dari sini, PDIP kembali bekerja sama dengan Gerindra. Hubungan Megawati dan Prabowo pun kembali cair. Mereka pun sempat bertemu di rumah Megawati, Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. (cnnindonesia.com)