JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Komisi VIII DPR RI mencecar BNPB soal masa karantina 10 hari bagi WNI dari luar negeri yang disebut memakan banyak biaya. Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan karantina tidak mesti di hotel, namun bisa dilakukan di rumah.
“Bicara karantina kan nggak mesti di hotel sebetulnya dan tidak mesti pejabat yang di rumah itu, masyarakat pun kalau bisa memastikan,” ujar Dicky kepada wartawan, Senin (13/12/2021).
Dicky mengatakan karantina di rumah seharusnya bisa dilakukan bila masyarakat mampu menunjukkan beberapa hal. Di antaranya lokasi rumah hingga keluarga dan petugas yang akan bertanggung jawab dan memantau.
“Menunjukkan bahwa pertama lokasi dia di rumahnya itu karantina mandiri layak dan dia juga ada yang mengawasi, apa itu keluarga terdekat yang menjadi penanggung jawab termasuk nanti ada dokter atau petugas Puskesmas setempat yang memantau, dan dia nanti ada keterangan selesai karantina dari petugas Puskesmas yang berwenang, itu yang akan mengurangi masalah seperti ini,” kata Dicky.
Sedangkan karantina di hotel menurutnya menjadi pilihan bagi warga yang memiliki kelebihan. Namun, untuk warga yang kurang mampu, pemerintah juga perlu memberikan fasilitas.
“Kalau di hotel itu kan memang untuk yang punya referensi hotel tidak mau ke rumah atau gimana, tapi kalau yang nggak mampu itu harus difasilitasi pemerintah, bukan bayar sendiri dalam artian semua sendiri. Karena tidak semua yang dari luar negeri ini mampu punya uang banyak, misalnya TKI atau TKW uangnya habis buat itu kan sayang,” tuturnya.
Sedangkan, untuk durasi 10 hari karantina, Dicky menilai tidak ada masalah dalam hal itu. Sebab, karantina dinilai menjadi hal penting dan perlu dilakukan.
“Ini yang menurut saya harus diperbaiki dan diluruskan, bicara karantina penting, jelas tidak ada keraguan dalam kaitan mitigasi terutama untuk Omicron, saya selalu sampaikan minimal 7 hari, karena hari ke-5 dan ke-6 itu harus ada tes PCR yang menunjukkan negatif dengan gejala yang negatif,” tuturnya.
“Selain dari durasi juga dari sisi bagaimana standar kualifikasi dari tempat dia karantinanya, misal sikulasinya, dia terpisah dia mendapatkan juga pemantauan harian yang memadai, kemudian evaluasi monitoring,” sambungnya.
Diketahui sebelumnya, Komisi VIII DPR RI mencecar BNPB soal masa karantina 10 hari bagi WNI dari luar negeri yang disebut memakan biaya Rp24 juta. Kepala BNPB Suharyanto pun memberikan penjelasan. Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily mendesak BNPB memberi penjelasan soal karantina 10 hari di hotel memakan biaya cukup mahal. Sebab, menurut Ace karantina tersebut berdampak besar ke masyarakat.
“Tapi yang menjadi masalah juga kadang-kadang, jangan sampai ada tuduhan masyarakat bahwa ini bisnisnya BNPB bekerja sama dengan pemilik hotel, jangan sampai begitu, Pak, ini yang harus ditepis. Banyak yang WA ke saya, ini misalnya 10 hari Rp24 juta, kan lumayan Pak Rp24 juta, Rp24 juta Pak 10 hari paket karantina di hotel,” ujar Ace dalam rapat dengar pendapat dengan BNPB, di Kompleks Parlemen, Senin (13/12).
Berdasarkan informasi yang diterima Ace, hotel-hotel di Jakarta dan sekitarnya sudah penuh dipakai untuk karantina. Menurut Ace, tidak ada masalah soal karantina 10 hari jika memang ada penjelasan yang transparan dan terbuka, sehingga tidak menimbulkan masalah di masyarakat. Karena itu, Ace menilai semua pihak perlu tahu, termasuk soal umroh.
Kepala BNPB Suharyanto menjelaskan, masa karantina 10 hari tersebut bukan dari keputusannya. “Kenapa berubah-ubah? Nah, sekarang diputuskan memang 10 hari ini. Ini bukan keputusan Kepala BNPB Pak walaupun kami Kasatgas,” ujarnya.
Suharyanto mengatakan keputusan masa karantina berada di tangan menteri. Suharyanto berjanji akan menyampaikan masukan itu ke pejabat atas. “Hari ini kami akan angkat ke pimpinan atas. Karena penentuan 10 hari ini berdasarkan keputusan dari para menteri, kami Kasatgas hanya menjalankan saja,” katanya. (detik.com)