Menaker: Jumlah Angkatan Kerja Indonesia Meningkat Signifikan, Puncaknya 4,4 Juta pada 2024

Kepala Bidang Produktivitas Pelatihan Tenaga Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Dinas Perindustrian Perdagangan dan Ketenagakerjaan Agam Yurnawati sedang berdiskusi dengan salah satu pencari kerja yang mengurus kartu pencari kerja, Selasa (7/8). Dok Antara/Yusrizal

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Prof. Yassierli, mengungkapkan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Puncaknya diperkirakan akan mencapai 4,4 juta orang pada tahun 2024.

“Rata-rata angkatan kerja Indonesia meningkat hingga 3,3 juta per tahun selama delapan tahun terakhir. Bahkan, pada tahun 2024, jumlahnya diperkirakan mencapai 4,4 juta jiwa,” ujar Menteri Yassierli dalam kuliah umum pada kegiatan Studium Generale Seri #1 yang diselenggarakan Universitas Andalas di Padang, Jumat (9/1).

Prof. Yassierli menjelaskan bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia masih berada di sektor informal dengan tingkat pendidikan yang rendah, yaitu setara dengan lulusan sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP). Di sektor formal, 55,10 persen tenaga kerja bekerja, sedangkan 39,98 persen bekerja di sektor informal, dan 4,91 persen tercatat sebagai pengangguran.

Jika dilihat dari segi pendidikan, lulusan SD dan SMP masih mendominasi angkatan kerja dengan kontribusi sebesar 52,33 persen. Sedangkan lulusan SMK/SMA mencapai 34,81 persen, dan hanya 12,86 persen dari tenaga kerja yang memiliki gelar universitas atau diploma. Menurut Prof. Yassierli, ada kesenjangan besar antara jumlah penduduk yang bekerja dengan angkatan kerja yang tersedia.

Saat ini, jumlah pengangguran di Indonesia tercatat sebanyak 7,5 juta jiwa, dan angka ini diperkirakan akan terus bertambah jika masyarakat, khususnya mahasiswa, tidak mempersiapkan diri dengan keterampilan yang relevan setelah lulus.

Dalam konteks Human Capital Index (HCI) ASEAN, Indonesia masih tertinggal dengan skor 0,540, berada di bawah rata-rata ASEAN. Negara-negara seperti Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand memiliki skor yang jauh lebih tinggi.

“Ini adalah tantangan besar bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing Indonesia di kancah global,” tambah Prof. Yassierli, yang juga merupakan Guru Besar di Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung.

Rektor Universitas Andalas, Efa Yonnedi, mengatakan bahwa kuliah umum ini menjadi bagian dari upaya integrasi kurikulum yang relevan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar kerja. Menurutnya, pemahaman mengenai kecerdasan buatan dan soft skills sangat penting bagi lulusan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dunia kerja yang terus berkembang.

“Dengan pemahaman yang tepat tentang artificial intelligence dan soft skills, lulusan Universitas Andalas diharapkan dapat lebih siap menghadapi tantangan dunia kerja di masa depan,” jelas Efa Yonnedi. (rdr/ant)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version