JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, akhirnya ditangkap oleh penyidik Korsel dalam upaya kedua mereka untuk membawa Yoon ke kantor penyelidikan setelah ia mengabaikan beberapa panggilan untuk diperiksa terkait deklarasi darurat militer pada Desember lalu. Peristiwa ini mencatatkan sejarah sebagai penangkapan pertama kalinya seorang kepala negara Korsel yang masih menjabat—meskipun jabatannya ditangguhkan.
Pada 15 Januari 2025, penyidik dari Badan Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi Korsel (CIO) melaksanakan perintah penangkapan terhadap Yoon. Ia dibawa dari kediaman kepresidenan di Seoul menuju kantor CIO di Gwacheon, selatan Seoul. Sesampainya di kantor CIO, Yoon terlihat keluar dari mobil dan memasuki kantor untuk diperiksa.
Para penyidik kemudian mengajukan perintah penahanan selama 48 jam, dan Yoon diperkirakan akan ditahan di penjara di Uiwang setelah pemeriksaan.
Yoon yang dimakzulkan oleh Majelis Nasional pada 14 Desember 2024, didakwa dengan tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan. Ia dituduh memerintahkan mobilisasi militer ke Gedung Majelis Nasional setelah menyatakan darurat militer pada 3 Desember 2024. Tindakan ini, menurut Yoon, dimaksudkan untuk mencegah anggota parlemen mencabut pernyataan darurat yang telah dikeluarkan.
Dalam rekaman video yang dirilis usai penangkapannya, Yoon menyatakan bahwa penyelidikannya adalah ilegal dan bahwa keputusannya untuk hadir dalam pemeriksaan adalah demi “mencegah pertumpahan darah.”
Penahanan Yoon berlangsung setelah negosiasi antara penyidik dengan pihak Yoon mengenai prosedur penahanan. Berbeda dengan percobaan penangkapan pertama pada Januari lalu yang gagal karena adanya blokade dari personel Dinas Keamanan Presiden, kali ini tak ada bentrokan fisik yang terjadi.
Namun, saat penyidik berusaha memasuki kediaman kepresidenan Yoon, personel pengamanan presiden memblokade jalur masuk dengan kendaraan. Akibatnya, para penyidik harus menggunakan tangga dan jalur pendakian untuk memasuki kompleks. Beberapa anggota parlemen dari Partai Kuasa Rakyat (PPP), yang merupakan partai pendukung Yoon, bersama pengacara pribadinya juga ikut memblokade akses masuk.
Pengacara Yoon, Yun Gap-geun, mengkritik penyidikan yang dilakukan sebagai tindakan “ilegal” dan menyatakan bahwa ini bukan bentuk penegakan hukum yang adil. Sebelumnya, pada awal Januari, upaya pertama untuk menangkap Yoon gagal akibat kebuntuan dengan staf keamanan yang mencegah penyidik masuk ke kediaman.
Pengadilan Seoul sebelumnya telah mengeluarkan surat perintah penggeledahan kediaman kepresidenan Yoon dan penangkapannya setelah Yoon menolak tiga kali panggilan untuk diperiksa penyidik.
Surat perintah yang berlaku hingga 21 Januari 2025 telah diperpanjang pekan lalu oleh pengadilan, memberikan penyidik waktu lebih untuk menyelesaikan penyelidikan terhadap Yoon Suk Yeol. (rdr/ant/yonhap)