Menurut laporan media Israel, Walla, dua perusahaan Amerika dan satu perusahaan Mesir mengelola mekanisme pemeriksaan ini untuk memastikan keamanan dan memfasilitasi kembalinya warga Palestina yang mengungsi ke Gaza utara.
Kembalinya warga Palestina ke Gaza utara juga terjadi setelah Qatar berhasil memediasi kesepakatan antara Hamas dan Israel. Dalam kesepakatan tersebut, Hamas setuju untuk membebaskan tawanan asal Israel, Arbel Yehud, bersama dua tawanan lainnya pada Jumat mendatang. Fase pertama perjanjian gencatan senjata ini berlangsung selama enam pekan, dimulai pada 19 Januari 2025.
Gencatan senjata tersebut menghentikan serangan besar-besaran Israel yang telah menyebabkan lebih dari 47.000 warga Palestina tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.000 orang sejak 7 Oktober 2023. Lebih dari 11.000 orang juga dilaporkan hilang akibat serangan Israel yang mengakibatkan kehancuran besar-besaran di Gaza dan memperburuk krisis kemanusiaan.
Serangan Israel di Gaza telah memicu berbagai tuntutan hukum, termasuk gugatan kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) serta surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Pemimpin Otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. (rdr/ant/anadolu)