JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Dewan Pimpinan Wilayah Ikatan Keluarga Minang (DPW IKM) Jakarta menggelar acara kajian adat Minangkabau di Masjid atau Surau yang diklaim sebagai yang pertama di Indonesia.
Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi masyarakat Minang di perantauan untuk memperdalam pemahaman tentang nilai-nilai adat, khususnya terkait persoalan tanah ulayat dan pusako yang menjadi isu krusial bagi banyak perantau.
Acara yang diselenggarakan pada Senin (17/3/2025) di Masjid IKM Al Furqan, Jalan Majelis nomor 19, Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, berlangsung dari pukul 15.00 WIB hingga larut malam.
Kajian yang semula direncanakan selesai sebelum Maghrib ternyata mendapat respons luar biasa dari peserta yang meminta perpanjangan waktu hingga pukul 23.00 WIB.
Ketua DPW IKM Jakarta, Braditi Moulevey Rajo Mudo, mengatakan bahwa kajian adat ini merupakan implementasi nyata dari falsafah Minangkabau “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” (ABS SBK) yang menegaskan bahwa adat Minangkabau berlandaskan pada syariat Islam, dan syariat Islam berlandaskan pada Kitabullah (Al-Quran).
“Ini adalah kajian adat Minang yang pertama di Indonesia, sesuai dengan falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Tujuannya adalah bagaimana orang Minang mempelajari adat Minang itu sendiri, sehingga atas alasan itulah kita menggelar kajian adat yang diselenggarakan di Masjid Al Furqan,” ujar Braditi.
Kegiatan tersebut, katanya, tidak sebatas kajian adat, tetapi dirangkai dengan berbagai kegiatan religius dan sosial.
Dimulai dengan salat Ashar berjamaah, dilanjutkan dengan kajian adat, buka puasa bersama, penyerahan bantuan untuk anak yatim dan duafa, salat Isya dan tarawih berjamaah, hingga kembali berlanjut dengan sesi kajian dan tanya jawab hingga larut malam.
“Alhamdulillah, kegiatan ini berhasil dilaksanakan dengan baik. Acara diikuti oleh peserta dengan sangat antusias, mulai dari salat Ashar berjamaah, hingga dihadiri pejabat dari Pemprov Sumbar, juga dihadiri oleh Sekretaris Perusahaan (Sekper) Bank Nagari, Tasman beserta jajaran pimpinan cabang Bank Nagari di Jakarta dan juga oleh Bupati Solok serta tokoh masyarakat Minang yang ada di Jakarta,” papar Braditi.
Antusiasme masyarakat mengikuti kajian adat terbukti dari durasi acara yang melebihi jadwal semula.
“Tanpa disangka, kajian yang harusnya selesai setelah Ashar, ternyata para peserta menginginkan kajian lanjutan, sehingga setelah berbuka puasa ada penyerahan simbolis bantuan untuk anak yatim dan duafa berupa santunan, salat Isya dan tarawih. Peserta masyarakat IKM melanjutkan kajian hingga pukul 23.00 WIB, termasuk sesi tanya jawab,” ungkap Moulevey.
Kajian adat ini mengangkat tema “Peran Mamak di Rantau”, yang membahas tentang bagaimana peran seorang paman dari garis keturunan ibu dalam struktur keluarga Minangkabau, khususnya dalam konteks masyarakat Minang yang merantau.
Namun, diskusi berkembang pada persoalan-persoalan yang lebih spesifik, terutama terkait tanah ulayat dan tanah pusako.
“Banyak persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat kita, seperti tanah ulayat atau tanah pusako. Ini yang menjadi fokus malam itu, bagaimana hampir seluruh masalah yang timbul dari para perantau Minang ini tentang banyaknya atau adanya tanah ulayat dan pusako mereka itu yang di kampung sekarang ditempati oleh orang luar, karena banyaknya saudara mereka yang di rantau, tidak ada keluarga yang di kampung,” kata Braditi Moulevey.
Fenomena rumah gadang yang kosong dan tidak berpenghuni menjadi salah satu persoalan yang dibahas dalam kajian tersebut.
“Sehingga, banyak terjadi rumah mewah, bagus, bagonjong, rumah gadang kosong namun tidak ada penghuni, karena penghuninya ada di rantau,” tambahnya.
Pendampingan Hukum Adat
Komentar