PADANG, RADARSUMBAR.COM – Saat ini, LBH Padang menangani dugaan maalpraktek yang diduga dilakukan petugas kesehatan Puskesmas Ulak Karang. Awalnya anak berusia 12 tahun berinisial AK mengalami gatal-gatal serta banyaknya kotoran pada mata sebelah kiri. Kemudian, berobat pada tanggal 29 Maret 2021 ke Puskesmas Ulak Karang bersama ibunya.
Di Puskesmas, korban mendapatkan obat berupa tetes mata. Setelah di rumah, obat diteteskan pada mata kiri dan seketika terasa perih. Itu dilakukan selama tiga hari. Namun, sakit pada mata bertambah parah sehingga orang tua berinisiatif ke apotik untuk mencari obat baru. Saat itulah, orang tua tahu obat yang diberikan adalah tetes telinga bukan tetes mata.
Lalu, pada tanggal 5 April 2021, orang tua menemui dokter Puskesmas Ulak Karang. Setelah bertemu dan menjelaskan keluhan anaknya, pihak Puskesmas merampas obat telinga yang dibawa dan memberikan obat tetes mata tanpa merujuk anak ke dokter mata. Sehari setelahnya, korban mengalami perih pada mata, orang tua kembali ke Puskemas untuk meminta perawatan yang lebih baik.
Setelah perdebatan, akhirnya anak dibawa ke RS Hermina Padang dirawat dari 6 April 2021 sampai 18 Mei 2021. Dengan diagnosa keratitis epitelial os, diobati dengan cara terapi Floxa ed, herviss eo dan cenfresh ed. Kondisi anak tidak kunjung membaik dan dipindahkan ke RSKM Padang Eye Center tanggal 20 Mei 2021 sampai dengan 2 September 2021.
“Pengobatan ditanggung oleh pihak Puskesmas namun kemudian meminta di rujuk ke M.Djamil tapi tidak dipenuhi oleh Puskesmas sehingga pengobatan berhenti,” ujar Alfi Syukri, Penanggung Jawab Advokasi Kelompok Rentan LBH Padang saat menggelar jumpa pers, Rabu (16/2/2022).
Saat ini, kondisi anak menjadi tidak mau bersekolah, mengalami panas pada matanya, pandangan kabur dan mendapat tekanan secara psikis. Hingga pada September 2021, orang tua melaporkan kejadian ini ke Ombudsman RI Perwakilan Sumbar dengan Nomor Registrasi: 0262/LM/XI/2021/PDG.
Lalu, pada 27 Desember 2021, orang tua korban membuat pengaduan ke Polresta Padang dengan Nomor Registrasi: STTP/675/XII/2021/Reskrim atas dugaan bahwa pihak Puskesmas Ulak Karang telah melakukan maladministrasi yang mengakibatkan anaknya yang bernama AK menerima luka berat pada mata kiri.
Selanjutnya, pada 31 Desember 202,1 keluarga korban dimintai klarifikasi oleh kepolisian dengan Nomor Registrasi: B/3052/XII/2021/Reskrim dalam rangka penyelidikan dugaan maladministrasi yang menyebabkan luka berat.
Akhirnya pada 14 Januari 2022, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat melakukan konsiliasi orang tua dengan pihak Puskesmas dengan kesimpulan pihak puskesmas telah mengakui obat yang diberikan memang obat untuk tetes telinga bukan tetes mata.
“Puskesmas menawarkan menanggung biaya pengobatan di RSUP DR. M. Djamil Padang sampai orang tua korban selesai mengurus BPJS. Berdasarkan informasi dari orang tua, konsiliasi tidak tercapai kesepakatan dikarenakan pihak Puskesmas tidak mau bertanggung jawab penuh pengobatan untuk korban,” jelas Syukri.
Dia menyebut, LBH Padang melihat adanya dugaan kelalaian yang dilakukan petugas Puskesmas menyebabkan luka berat. Bahkan, hal ini bisa menyebabkan anak menjadi disabilitas. Diduga pihak Puskesmas melanggar Pasal 84, ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi “Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun”.
Selain itu, juga melanggar Pasal 360 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka berat, dipidana dengan pidana selama lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama lamanya satu tahun.” Kami mendesak Polresta Padang untuk segera menaikkan statusnya ke proses penyidikan”.
“Kami menuntut Puskesmas Ulak Karang melakukan pemulihan penuh sesuai Pasal 58 ayat (1) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dimana setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya,” jelasnya.
Orang tua korban, Murniati menyampaikan, dia minta pemulihan penuh untuk anaknya. Sebagai orang tua meminta untuk akses pendidikan dan dukungan masa depan bagi anaknya. Karena anak saya menjadi cacat permanen dan minta diobati sampai selesai. “Saat ini, anak saya tidak mau bersekolah lagi sejak Maret 2021. Mau jadi apa nanti anak saya.”
“Saat ini, kami orang tua mengobati mata anak kami dengan biaya sendiri dan kami belum bisa menebus kacamata khusus seharga Rp3 juta. Saya mengharapkan perhatian Wali Kota atas permasalahan ini karena anak saya korban dari salah pemberian obat Puskesmas,” tegasnya. (rdr)