Pemerintah bukan hanya mencabut aturan HET minyak goreng kemasan, tetapi juga memberlakukan subsidi bagi minyak goreng curah untuk merespons fenomena kelangkaan minyak goreng di pasaran beberapa waktu lalu.
Selain itu, pemerintah juga mencabut kebijakan kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dan penetapan harga (domestic price obligation/DPO) minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Sebagai ganti dari pencabutan ketentuan DMO dan DPO, pemerintah menaikkan pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah dan produk turunannya, untuk menambah dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang akan digunakan untuk subsidi minyak goreng curah.
Kenaikan pungutan itu dilakukan dengan meningkatkan batas atas pungutan ekspor CPO dan produk turunannya, dari semula 1.000 dollar AS per ton menjadi 1.500 dollar AS per ton. Melalui ketentuan tersebut, batas atas pungutan ekspor dan bea keluar komoditas CPO naik, dari semula 375 dollar AS per ton menjadi 675 dollar AS ton.
“Pungutan ekspor dari BPDPKS yang tadinya flat akan dinaikkan secara linear. Setiap kenaikan 50 dollar AS dipajaki 20 dollar AS. Jadi kalau kita lihat harga hari ini, iuran BPDPKS dan biaya keluar akan naik dari 375 dollar AS hari ini menjadi 675 dollar AS,” kata Lutfi, dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI.
Selain dapat memenuhi kebutuhan dana subsidi minyak goreng curah, Lutfi menuturkan, kenaikkan pungutan ekspor CPO dapat membuat produsen lebih memilih untuk menjual produknya ke pasar dalam negeri daripada luar negeri.
“Hal itu akan membuat eksportir lebih memilih menjual CPO di dalam negeri daripada luar negeri, sehingga kebijakan DMO tidak diperlukan lagi,” katanya. (rdr/kompas.com)