JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Keputusan Polri yang mempertahankan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Raden Brotoseno yang merupakan mantan narapidana korupsi tetap berdinas sebagai polisi dinilai langkah nekat.
Menurut ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, sebelum Polri memutuskan tetap mempertahankan Brotoseno sebagai anggota, seharusnya terlebih dulu mengambil langkah penilaian risiko (risk assessment). Hal itu dilakukan buat menilai sejauh mana sang polisi bermasalah akan berpotensi kembali mengulangi kejahatannya.
“Kalau hasil risk assessment ternyata menyimpulkan bahwa risiko residivismenya tinggi, maka sungguh pertaruhan yang terlalu mahal bagi Polri untuk mempertahankan personelnya tersebut. Terlebih ketika yang bersangkutan ditempatkan di posisi-posisi strategis yang memungkinkan ia menyalahgunakan lagi kewenangannya,” kata Reza dalam keterangan pada Rabu (1/6/2022).
Bahkan, menurut Reza, dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pengulangan kejahatan kerah putih (white collar crime) seperti korupsi lebih tinggi daripada kejahatan dengan kekerasan. “Jadi, pantaslah kita waswas bahwa personel dimaksud akan melakukan rasuah lagi nantinya,” ucap Reza.
Secara terpisah, menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, jika Polri tetap mempertahankan Brotoseno yang merupakan mantan napi korupsi maka bakal berdampak terhadap kredibilitas lembaga.
“Menurut saya, dengan tidak memberhentikan, maka ini akan menurunkan citra dan kredibilitas kepolisian sebagai lembaga publik atau negara. Saya kira ini harus menjadi perhatian presiden atau pemerintah dalam rangka menjaga kredibilitas pemerintahan,” ucap Abdul.
Awal perkara korupsi yang dilakukan Brotoseno terungkap melalui operasi tangkap tangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 17 November 2016 saat menjabat Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.