“Hasil observasi diketahui satwa berkelamin jantan, berusia sekitar dua tahun dengan berat 850 gram dan tidak ditemukan cacat ataupun luka pada bagian tubuhnya dan masih memiliki sifat liar atau agresif,” katanya.
Ia menyebutkan peran serta masyarakat ikut dalam upaya konservasi berupa penyelematan satwa di Sumbar semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya satwa yang diserahkan kepada BKSDA. Baik satwa yang ditemukan, satwa yang terlanjur dimiliki maupun satwa yang dilaporkan terlihat.
“Hal ini diharapkan akan terus berkembang, sehingga konservasi terhadap satwa liar akan semakin baik dan peran serta masyarakat bersama BKSDA terus terjalin,” katanya.
Ia mengakui, trenggiling merupakan satwa langka yang paling banyak diburu oleh oknum pelaku kejahatan satwa liar. Satwa ini diburu untuk dagingnya dikonsumsi sedangkan sisik kulitnya diperdagangkan sebagai bahan obat-obatan karena dipercaya mengandung zat tertentu.
Dalam perdagangan internasional, trenggiling masuk dalam kelompok Appendix I, yang artinya tidak boleh dimanfaatkan dan diperdagangkan. Sedangkan di Indonesia trenggiling dilindungi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 106 Tahun 2018 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemya.
“Setidaknya lima kasus dengan sepuluh orang pelaku perdagangan illegal bagian tubuh satwa trenggiling telah diungkap oleh BKSDA Sumbar bersama para pihak. Kedepannya kita akan terus meningkatkan sosialisasi, edukasi dan pengawasan terhadap peredaran satwa liar,” katanya.
Untuk kukang, tambahnya, BKSDA Sumbar bersama instansi terkait lainnya juga telah mengungkap dua kasus perdagangan satwa kukang sepanjang 2021-2022.
Satu kasus telah divonis oleh pengadilan, sedangkan satu kasus sudah dilakukan tahap dua (penyerahan tersangka bersama barang bukti) oleh penyidik kepada jaksa penuntut umum setelah berkas perkara dinyatakan P-21.
Kukang adalah jenis satwa liar dilindungi oleh Undang undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Sesuai pasal 21 ayat undang-undang tersebut, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, memiliki, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup, mati ataupun bagian-bagian tubuhnya serta hasil olahannya. (rdr/ant)