Pada dasarnya, ganja medis juga menggunakan tanaman ganja sebagai bahan utama. Namun ganja medis dan tanaman ganja tidak bisa disamakan fungsinya.
Saat tanaman ganja dikelola sebagai ganja medis atau bagian dari terapi pengobatan, prosesnya tidak mudah.
“Prinsipnya sama tapi kemudian apa nanti dosisnya berapa, masalah siapa yang punya kewenangan memberikan, efek samping, apa benar untuk terapi [penyakit] A, B, C, D, jadi perlu riset lebih banyak,” jelasnya.
Sementara itu, kajian terkait ganja medis tak hanya melibatkan IDI saja, tetapi juga organisasi profesi kesehatan maupun stakeholder kesehatan seperti BPOM dan Kementerian Kesehatan.
Dia mengaku sudah ada diskusi internal dengan kesepakatan bahwa referensi ilmiah nantinya akan jadi pendukung riset, bukan kemudian langsung mendorong ganja medis sebagai standar pelayanan. “Saya tidak berani ngomong dulu (berapa lama nanti risetnya), sebab harus ada penjelasan dari ahli,” imbuh Adib. (rdr/cnnindonesia.com)