PADANG, RADARSUMBAR.COM – Terkait dengan Perbup Solok 22/2021, Ahli Hukum Administrasi Negara Hengky Andora menyatakan Bupati Solok Epyardi Asda sudah salah bilik (kamar), jika memang ada Perbup yang mengatur legislatif.
Menurutnya, Pemkab Solok yang merupakan pihak eksekutif, tidak bisa mengatur DPRD, karena antara eksekutif dan legislatif berada di posisi sejajar dalam penyelenggaraan pemerintahan secara bersama-sama. Apalagi jika Perbup tersebut belum diverifikasi, disinkronisasi dan diharmonisasi Gubernur.
“Jika itu terjadi, Perbup sudah salah bilik, jika mengatur internal DPRD. Tak boleh Bupati mencikaroi internal DPRD. Sangat aneh jika muncul Perbup yang mengatur internal DPRD. Mestinya diatur Tatib DPRD, terkait kewenangan dan pembagian tugas Ketua dan Wakil Ketua DPRD, dan dikonkritkan dengan keputusan pimpinan DPRD.”
“Jika tidak ada, maka Ketua dan Wakil Ketua berebut meneken SPT. Sehingga membuat terjadinya kekacauan administrasi. Apapun Perbup harus disinkronisasi dan diharmonisasi gubernur,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris DPRD Kabupaten Solok Zaitul Ikhlas menyatakan tidak tahu apakah dirinya yang dilaporkan. Menurut Zaitul, selama tahun 2021 ada tiga orang yang menjadi Sekwan termasuk dirinya. Dua orang lagi Suharmen Thaib dan Muliadi Marcos.
Terkait Perbup Solok 22/2021, Zaitul mengakui adanya Perbup yang mengatur Sistem dan Prosedur (Sisdur) pengelolaan keuangan daerah dan kejelasan siapa yang mengeluarkan Surat Perintah Tugas (SPT) di DPRD, beserta Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). “Saya jadi Sekwan sejak Januari 2022, tapi telah ditunjuk sebagai Plt sejak 7 September 2021.”
“Selama 2021 sudah 3 orang yang menjadi Sekwan atau sebagai PA (Pengguna Anggaran), yakni Suharmen sejak Januari hingga April, Muliadi Marcos sejak Mei hingga September, dan saya sejak 7 September hingga akhir Desember 2021. KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) juga sudah tiga kali berganti. Jadi, saya tidak tahu apakah saya yang dilaporkan,” ujarnya.
“Terkait Perbup tersebut, hal ini berisi Sisdur pengelolaan keuangan daerah. Itu yang diatur Perbup. Sehingga jelas siapa yang mengeluarkan SPT. Bukan hanya khusus mengatur pembagian tugas, karena ini terkait pengelolaan keuangan, jadi harus jelas keluarnya uang daerah, jelas SPT dan jelas SPPD,” imbuhnya.
Zaitul juga menyebut bahwa pada Desember 2021 ada laporan dari Ketua DPRD Dodi Hendra terhadap seorang tenaga harian lepas (THL) di Sekretariat DPRD Kabupaten Solok ke Polda Sumbar. Menurut Zaitul, THL tersebut diperiksa oleh Penyidik Polda Sumbar pada Januari 2022.
“Pada Desember 2021, ada laporan Ketua DPRD ke Polda Sumbar terkait pemalsuan tanda tangan oleh seorang THL di Setwan. THL itu atas nama Afdal. Dari klarifikasi saya ke Afdal tersebut, hal itu dilakukannya atas perintah Dodi Hendra,” ujar Zaitul.
Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra melalui aplikasi Zoom Meeting, menegaskan bahwa pelaporannya ke Mabes Polri maupun ke KPK RI, murni masalah hukum. Menurut Dodi, hal itu terpaksa ditempuh karena telah terjadi dugaan pelanggaran hukum yang merugikan negara miliaran rupiah dan kerugian terhadap pribadinya.
“Saya telah melaporkan soal 28 SPT itu ke Bareskrim Mabes Polri. Pihak yang saya laporkan terkait penyalahgunaan wewenang dan pemalsuan, tentu siapa Sekwan saat itu. Jadi jangan libatkan semua orang, jangan dipolitisir. Hukum tata negara dan hukum pidana berbeda, tapi suatu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.”
“Melanggar hukum tata negara akan timbul pidana. Terkait pemalsuan, selain tanda tangan saya, juga ada sejumlah stempel yang ada di DPRD Kabupaten Solok. Ada stempel Ketua DPRD, stempel Wakil Ketua DPRD, stempel Pimpinan DPRD dan stempel Plt Ketua DPRD.”
“Hal itu menyebabkan kerugian negara, bukan yang kelebihan bayar. Tapi tindak pidana terhadap data otentik pribadi saya. Efek dari pemalsuan ini, merugikan keuangan negara,” ujarnya. (rdr)