JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah membuka peluang merevisi peraturan presiden (perpres), peraturan pemerintah (pp), hingga peraturan menteri yang merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja. Revisi dilakukan setelah perbaiki isi UU Cipta Kerja selesai.
“Ini undang-undang perbaikan dimungkinkan, kalau nanti aturan pelaksana yang sekarang tidak sesuai lagi (maka aturan pelaksana akan) dilakukan perbaikan,” ungkap Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi dalam media briefing, Rabu (6/7/2022).
Namun, Elen belum membeberkan pp, perpres, dan peraturan menteri mana saja yang berpotensi untuk direvisi. Sejauh ini, pemerintah masih terus memperbaiki isi dari UU Cipta Kerja.
Elen menjelaskan pihaknya menemukan sebagian besar masalah UU Cipta Kerja berada pada implementasi. Dengan kata lain, ada persoalan di aturan turunan UU Cipta Kerja.
“Bisa regulasi, peraturan menteri, rata-rata ini persoalan peraturan menteri tidak sinkron dengan atasnya,” jelas Elen.
Sementara, pemerintah dan DPR masih membahas apakah substansi dalam UU Cipta Kerja akan diubah atau tidak.
“Substansi tentu akan dibahas di tingkat menteri, presiden, dan sebagainya. Namun kami siapkan yang fix dulu, nanti kemudian dapat aspirasi dari masyarakat. Prosesnya tidak mudah tapi harus dijalankan,” ucapnya.
Ia menargetkan perbaikan isi UU Cipta Kerja selesai tahun ini meski MK memberikan waktu dua tahun sejak 2021. Dengan kata lain, pemerintah harus menyelesaikan perbaikan itu maksimal tahun depan. “Secepat-cepatnya, kalau bisa tahun ini, tahun ini atau tahun depan,” katanya.
Sebelumnya, MK meminta pemerintah dan DPR memperbaiki UU a quo dalam tenggat waktu dua tahun sejak putusan dibacakan pada 2021 lalu.
MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat karena cacat formil sebab dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan.
Menurut MK, UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan.
Sebab, meskipun secara hukum terbukti tidak terpenuhi syarat-syarat tentang tata cara dalam pembentukan UU Ciptaker, tetapi ada tujuan besar yang ingin dicapai dengan berlakunya UU Ciptaker serta telah banyak dikeluarkan peraturan-peraturan pelaksana dan bahkan telah banyak diimplementasikan di tataran praktik.
Pilihan Mahkamah menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat dikarenakan Mahkamah harus menyeimbangkan antara syarat pembentukan sebuah UU yang harus dipenuhi sebagai syarat formil dengan tujuan strategis dibentuknya UU a quo.
Jika dalam dua tahun pemerintah tak menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja, maka aturan itu menjadi inkonstitusional secara permanen. (rdr/cnnindonesia.com)