Ia berharap melalui kegiatan kuliah umum yang digelar BNPT para mahasiswa bisa meningkatkan rasa cinta tanah air, bela bangsa, dan semakin mencintai Indonesia. Mereka juga bisa melanjutkan perjuangan dan cita-cita para pendiri bangsa.
Nisan menegaskan Pancasila itu sangat luar biasa. Ia mencontohkan saat melakukan kunjungan ke Belgia, Belanda, dan Luxembourg, tiga negara itu dulunya satu negara, tetapi mereka pecah akibat perbedaan paham agama.
Ia juga mengaku pernah ke Rusia yang dulu bernama Uni Soviet. Uni Soviet pecah karena beda paham agama, sedangkan Korea Utara dan Korea Selatan pecah karena beda paham ideologinya.
“Kenapa negara-negara itu pecah, karena mereka tidak memiliki ideologi yang kuat seperti Pancasila,” kata Nisan.
Ia menegaskan Pancasila adalah ideologi terbaik dan seluruh anak bangsa harus bersatu untuk untuk melawan ideologi-ideologi transnasional, terutama ideologi agama, yang ingin menggantikan Pancasila. Pasalnya, agama hanya dijadikan kedok kelompok teroris untuk mewujudkan tujuannya.
“Karena teroris tidak ada hubungannya dengan agama. Mereka menggunakan jubah atau ayat-ayat agama untuk kepentingannya, tapi tidak ada agama apapun yang menghalalkan pembunuhan, kekerasan, tidak ada. Tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dan menghalalkan darah orang lain mengkafirkan orang lain,” katanya.
Selain itu, lanjutnya penguatan moderasi beragama juga sangat penting, seluruh anak bangsa menjunjung tinggi toleransi. Pemahaman itu harus terus diberikan, khususnya pada para mahasiswa.
Nisan juga memaparkan konsep pentahelix dalam penanggulangan terorisme oleh BNPT. Konsep itu dikembangkan karena pemerintah tidak bisa sendiri untuk menangani intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Konsep pentahelix adalah kolaborasi secara multipihak yang melibatkan unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat, komunitas, media hingga pelaku seni.
“Kita pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, harus dibantu semua pihak. Konsep pentahelix semua harus bersatu padu, tidak boleh diserahkan kepada pemerintah saja. Harus ada akademisi, mitra usaha, media dan lain-lain,” ujar Nisan. (rdr/ant)