Upaya ini, kata dia, menuntut dibangunnya argumentasi yang kokoh secara akademis dan dukungan legitimasi yang kuat secara global.
“Jika ini berhasil, pandangan yang menentang upaya rekontekstualisasi Islam dengan sendirinya akan terpinggirkan,” kata Menag.
Bagi Indonesia, lanjut Menag, rekontekstualisasi Islam bukan lagi sekadar kehendak, melainkan sudah dilakukan. Salah satu contohnya adalah yang dilakukan para ulama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang telah memberikan legitimasi keagamaan terhadap keberadaan NKRI berdasarkan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Menag mengatakan bahwa Indonesia bukan teokrasi, bukan negara Islam, melainkan negara yang pluralistik dan demokratis serta menempatkan seluruh warganya dalam kedudukan dan martabat yang sepenuhnya setara, baik dalam hak maupun kewajiban, tanpa memedulikan latar belakang suku, golongan, dan agama.
“Para ulama memberikan legitimasi tersebut lengkap dengan segala argumentasi keagamaan (teologis) yang kokoh,” ujarnya.
Menag menjelaskan bahwa pemikiran para ulama Indonesia yang tertuang dalam argumentasi teologis untuk melegitimasi keberadaan NKRI merupakan hasil ijtihad baru yang tidak ditemukan dalam wacana Islam klasik.
Hasil ijtihad para ulama Indonesia tersebut, kata dia, berhasil memperoleh dukungan yang kokoh dari umat Islam Indonesia serta membentuk cara pandang dan mentalitas keagamaan mereka.
“Hal semacam ini tidak ditemui di belahan dunia Islam lainnya. Kita perlu mengampanyekan cara pandang para ulama Indonesia tersebut ke seluruh dunia dengan memperluas konteksnya dari keindonesiaan menjadi kemanusiaan,” katanya.
Pembukaan AICIS 2022 ditandai dengan memukul gendang belik secara bersamaan oleh Menag, Gubernur NTB, Dirjen Pendis, Rektor UIN Mataram, dan Ketua AICIS. Hadir dalam pembukaan AICIS, Tuan Guru Lalu Turmudzi Badarudin, para rektor PTKN, Staf Khusus Menteri Agama, dan sejumlah narasumber, di antaranya Yenny Wahid dan James B. Hoestery.
AICIS Ke-21 dilaksanakan pada 20–22 Oktober 2022 dengan tema Future Religion in G-20, Digital Transformation, Knowledge Management, and Social Resilience.
AICIS diikuti akademikus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan peserta lainnya. Ajang akademis ini melibatkan para narasumber kunci dan pembicara undangan yang berasal dari mancanegara,dan dari latar belakang agama yang berbeda. (rdr/ant)