Sejalan dengan pembentukan Rumah Restorative Justice, sepanjang 2022 Kejati beserta jajaran telah menghentikan proses terhadap 16 kasus tindak pidana lewat keadilan restoratif. Keadilan restoratif merupakan alur penyelesaian perkara di luar sidang yang dilakukan terhadap tindak pidana ringan yang memenuhi syarat serta ketentuan di tingkat penuntutan.
Jenis kasus yang dihentikan didominasi oleh kasus penganiayaan, kemudian pencurian biasa, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), serta lainnya. Secara tidak langsung, kata Yusron, keadilan restoratif juga akan meringankan beban penjara yang ada di provinsi setempat.
Dalam menghentikan penuntutan ada beberapa hal yang diperhatikan pihaknya yaitu kepentingan korban, penghindaran stigma negatif bagi pelaku, respon masyarakat dan kepatutan, serta ketertiban umum. Ia menegaskan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif akan dilaksanakan pihaknya secara transparan tanpa pungutan.
Jika menilik aturan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yakni Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020, keadilan restoratif bisa diberikan kepada pelaku yang terjerat kasus pidana ringan dengan ancaman di bawah lima tahun.
Beberapa persyaratan lain adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis), jumlah kerugian di bawah Rp2,5 juta, serta ada perdamaian antara tersangka dengan korban yang direspons positif oleh keluarga.
Ia menjelaskan yang menjadi pembeda dari penyelesaian perkara lewat keadilan restoratif yakni adanya pemulihan keadaan pada keadaan semula sebelum terjadinya tindak pidana, sehingga keharmonisan di lingkungan masyarakat juga bisa pulih kembali. (rdr/ant)