Atas perbuatannya, Ismail Bolong dan dua orang lainnya dijerat dengan Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP. “Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,” tuturnya.
Untuk diketahui, Ismail Bolong tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Bareskrim Polri sebanyak dua kali. Pada panggilan kedua, Ismail Bolong mengaku tak dapat hadir karena stres akibat berita tambang ilegal yang semakin viral.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkapkan telah selesai melakukan gelar perkara kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim). Gelar perkara tersebut telah rampung pada Jumat 2 Desember 2022. Namun, pihak kepolisian belum mau membeberkan ke publik terkait hasil dari gelar perkara tersebut.
“Gelar perkara sudah kita lakukan, untuk kepentingan investigasi lebih lanjut,” ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu Brigjen Pipit Rismanto saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu 3 Desember 2022.
Adapun video Ismail Bolong sempat beredar di media sosial. Awalnya, Ismail Bolong mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa izin usaha penambangan (IUP) di wilayah hukum Kalimantan Timur. Keuntungan yang diraupnya sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tiap bulannya.
“Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp5 sampai Rp10 miliar dengan setiap bulannya,” kata Ismail Bolong dalam videonya.
Kemudian, Ismail Bolong juga mengklaim sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto yakni memberikan uang sebanyak tiga kali. Pertama, uang disetor bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.
“Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus yang saya serahkan langsung ke ruangan beliau,” lanjut dia. (rdr/viva.co.id)