“Sehingga untuk menegakkan undang-undang kepolisian, kesalahan dan ketidak hati-hatian yang dilakukan oleh Kapolda Sumsel, tidak boleh dibiarkan oleh Kapolri,” tambahnya.
Hal ini merujuk kepada Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) sebagai turunannya, dimana pada pasal 3 huruf d menegaskan prinsip-prinsip KEPP kesamaan hak, yaitu setiap anggota Polri yang diperiksa atau dijadikan saksi dalam penegakan KEPP diberikan perlakuan yang sama tanpa membedakan pangkat, jabatan, status sosial, ekonomi, ras, golongan, dan agama.
Kalau Kapolri tidak menuntaskan kasus yang menimpa Kapolda Sumsel, dengan cara terus mempertahankan jabatan kapolda dipegang oleh Irjen Eko Indra Heri, IPW khawatir peristiwa ini akan menimbulkan kecemburuan di lapisan bawah Polri.
Sebab, Kapolri melakukan diskriminasi dengan melindungi anak buahnya yang telah melanggar KEPP dan UU Polri. Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan Kapolri sebelumnya, Idham Azis yang dengan cepat mencopot Kapolda Metro Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jabar Irjen Rudy Sufahradi.
“Keduanya, dicopot karena dinilai tidak melaksanakan tugas menegakkan aturan protokol kesehatan di wilayah hukumnya dalam mengatasi kerumunan Rizieq Shihab,” jelasnya.
Sehingga, kalau Kapolri Jenderal Listyo Sigit tidak mencopot Kapolda Sumsel Irjen Eko Indra Heri, akan menimbiulkan keresahan di level bawah. Akibatnya, adanya kesan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas bukan saja menjadi jargon yang ada di masyarakat, namun juga ada di kalangan internal kepolisian sendiri. (*)