Waduh! Pedagang di Solo Tolak Uang Pecahan Rp 75 Ribu untuk Transaksi

"Saat itu saya makan di warung mi, lalu saya membayar menggunakan uang itu (pecahan Rp 75 ribu) tapi pembelinya tidak mau"

Ilustrasi uang pecahan Rp75 ribu. (net)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Ditemukan sejumlah kasus uang pecahan Rp 75 ribu ditolak pedagang untuk transaksi jual beli. Uang yang diedarkan oleh Bank Indonesia (BI) secara terbatas untuk menyambut HUT ke-75 RI tersebut tidak selalu bisa dipakai sebagai alat bayar seperti uang pecahan lainnya.

Hal tersebut pernah dialami salah seorang warga Solo, Slamet (41). Dia mengungkapkan pernah ditolak pedagang ketika membayar makanan menggunakan uang pecahan Rp 75 ribu. “Saat itu saya makan di warung mi, lalu saya membayar menggunakan uang itu (pecahan Rp 75 ribu) tapi pembelinya tidak mau,” kata Slamet, Sabtu (28/8/2021).

Akhirnya Slamet pun terpaksa meminjam uang temannya karena uang yang ada di dompetnya hanya tinggal pecahan Rp 75 ribu. Hal yang sama juga dialami Ariawan (33). Ari menceritakan, saat itu dirinya pernah mencoba menggunakan uang pecahan Rp 75 ribu untuk membayar tas tapi penjualnya menolaknya.

“Saya COD (cash on delivery) tas dan saya akan membayar menggunakan pecahan Rp 75 ribu, tapi penjualnya tidak mau. Dan mengatakan, pecahan biasa saja,” kata Ari menirukan kata penjual tas.

Salah seorang pedagang kuliner di Solo, Surati (43) mengaku enggan menerima uang pecahan Rp 75 ribu dari pembeli. Alasannya, dirinya kesulitan saat akan menggunakannya berbelanja di pasar. “Dulu pernah menerima uang pecahan Rp 75 ribu, tetapi sekarang tidak mau lagi. Karena kalau dibelanjakan di pasar, pedagang juga tidak mau jadi saya kesulitan menggunakannya,” ungkap Surati.

Para pedagang, lanjut dia, mengatakan jika uang pecahan tersebut adalah uang yang tidak ada temannya. Dalam artian, sangat jarang ditemukan di pasaran. Sehingga, saat ada yang menggunakannya pastinya banyak yang tidak mau.

“Ya alasannya uangnya nggak enek kancane (tidak ada temannya), kalau pecahan Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu kan banyak. Lah ini, pecahan Rp 75 ribu kan jarang,” urainya.

Untuk itulah, Surati mengatakan, jika ada pembeli yang membayar menggunakan pecahan itu dia meminta mengganti dengan pecahan yang lainnya. Meskipun sebenarnya, uang tersebut bisa dikatakan langka. “Saya minta dibayar menggunakan uang pecahan biasa saja,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Solo, Nugroho Joko Prastowo, menjelaskan bahwa uang pecahan Rp 75 ribu merupakan alat pembayaran yang sah sehingga dapat digunakan untuk transaksi.

“Mengapa tidak banyak yang menggunakan? Karena digunakan sebagai koleksi oleh masyarakat sehingga sayang untuk dibelanjakan,” kata Joko.
Menurut Joko, hal ini karena uang Rp 75 ribu hanya sekali saja dicetak sebagai uang peringatan HUT kemerdekaan ke-75 RI.

“Ini berbeda dengan uang pecahan lain yang secara berkesinambungan dilakukan pencetakan untuk menjaga kelayakan uang yang beredar. Masyarakat akan mudah mendapatkannya sehingga tidak sayang untuk menggunakannya berbelanja,” jelasnya.

Joko juga mengatakan, dari BI Solo sudah mengeluarkan uang pecahan Rp 75 ribu sekitar 1,2 juta bilyet/lembar.

“Dan uang ini sepanjang di wilayah NKRI tidak ada batas sehingga bisa beredar ke/dari wilayah lain. Contohnya banyak yang mudik waktu lebaran dan memberikan uang pecahan Rp 75 ribu ini di wilayah Solo, sehingga jumlah yang beredar di wilayah Solo Raya ini akan lebih banyak dari yang dikeluarkan BI Solo,” ungkap dia.

Joko tidak menampik jika memang awal beredarnya pecahan Rp 75 ribu itu ada yang menolak dan ragu menggunakannya. Hal ini dikarenakan banyak yang masih belum tahu adanya pecahan baru tersebut. “Pada awal peredaran memang sempat ada yang menolak karena belum tahu sehingga ragu dan nilainya besar bagi pedagang kaki lima,” kata dia.

Namun sekarang, lanjut Joko, tidak ada penolakan lagi karena sudah dilakukan sosialisasi dan masyarakat sudah tahu apalagi setelah lebaran banyak yang salam tempelnya menggunakan uang Rp 75 ribu.

“Setelah masyarakat tahu bahwa BI menerbitkan uang pecahan Rp 75 ribu, masyarakat juga sudah bisa membedakan keaslian uang dengan cara 3D (dilihat, diraba, diterawang) yang sudah sangat dipahami oleh masyarakat,” ucapnya.

“Jadi secara prinsip tidak ada keraguan dan kendala lagi, namun masyarakat sayang untuk membelanjakannya karena tidak akan dicetak lagi sehingga lebih condong dijadikan sebagai koleksi,” sambungnya.

Selama ini sosialisasi juga sudah dilakukan melalui berbagai media untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait keberadaan uang pecahan itu. Tujuannya, agar masyarakat mengetahui bahwa uang pecahan Rp 75 ribu itu adalah uang yang sah dan bisa digunakan sebagai alat pembayaran seperti pecahan lainnya.

“Sosialisasi melalui berbagai media komunikasi sudah dilakukan oleh BI dari yang tradisional melalui koran atau radio maupun yang modern melalui medsos. Seharusnya sudah terjangkau informasi itu. Kecuali memang terdapat kendala komunikasi di wilayah itu,” pungkasnya. (*)

Sumber: detik.com
Exit mobile version