JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Dewan Pers (DP) menegaskan bahwa pendaftaran perusahaan media (pers) tidak sama dengan pendataan atau verifikasi perusahaan media.
Penegasan itu sekaligus menjawab banyaknya informasi tentang tidak perlunya pendaftaran perusahaan pers ke Dewan Pers yang mengganggap tidak perlu lagi adanya verifikasi perusahaan media oleh Dewan Pers.
Dalam siaran pers yang diterima Radarsumbar.com, Selasa (28/2/2023), Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers Asmono Wikan menjelaskan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang saat itu lahir di era reformasi tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers.
Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers.
“Setiap perusahaan pers sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, secara legal formal berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, dapat disebut sebagai perusahaan pers, sekalipun belum terdata di Dewan Pers,” jelasnya.
Dia melanjutkan, sesuai pasal 15 ayat 2 (huruf g) UU Pers, tugasnya antara lain mendata perusahaan pers. “Pendataan perusahaan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan pendaftaran dan keduanya sangatlah berbeda,” tegasnya.
Pelaksanaan tugas mendata perusahaan pers katanya, sebagaimana pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang dimandatkan oleh UU Pers, ditujukan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
“Pendataan perusahaan pers merupakan stelsel pasif dan mandiri. Artinya, perusahaan pers yang berinisiatif untuk mengajukan diri agar diverifikasi (didata) sesuai aturan yang ada,” jelasnya.
“Ketentuan tentang pendataan perusahaan pers ini tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers. Tidak dapat memaksa perusahaan pers untuk didata atau ikut verifikasi media,” sambungnya.
Ia memaparkan, bahwa pendataan perusahaan pers bertujuan untuk mewujudkan perusahan pers yang kredibel dan profesional, mewujudkan perusahaan pers yang sehat, mandiri, dan independen, mewujudkan perlindungan pada perusahaan pers serta, menginventarisasi perusahaan pers secara kuantitatf dan kualitatif.
Pendataan perusahaan pers kata lagi, dilakukan untuk memastikan, bahwa perusahaan pers sungguh-sungguh menjalankan kewajibannya sebagai salah satu unsur yang menopang tegaknya kemerdekaan pers.
“Perusahaan pers yang tidak bekerja secara profesional, antara lain ditandai dengan tidak memenuhi kewajiban untuk kesejahteraan wartawan, tidak memberikan penghasilan yang layak, atau malah memerintahkan wartawan mencari tambahan penghasilan/iklan,” tuturnya.
“Hal ini pada akhirnya akan membuat wartawan tidak dapat menjalankan tugas dengan profesional, karena penghasilan wartawan tergantung kepada seberapa besar ia meraih iklan atau tambahan penghasilan.”
“Situasi ini tentu tidak mendukung wartawan untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas,” tutupnya. (rdr)