“Bahwa seorang bawahan wajib menolak perintah atasannya apabila perintah tersebut melanggar norma hukum, kesusilaan, dan agama,” katanya.
Elwi menjelaskan, ketika seorang bawahan menolak perintah atasannya, harus ada laporan ke atasan dari atasan yang memberikan perintah agar dapat perlindungan secara hukum.
Selanjutnya, dia mengatakan ada yang menggerakkan, karena atasan itu menggerakkan untuk melakukan tindak pidana dalam arti melanggar kewenangannya.
“Izin saya lihat Pasal 55 ayat 1 ke 2 itu, dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kemudian dengan menyalahgunakan kekuasaan dan martabat,” katanya.
“Dalam kasus yang mulia kemukakan tadi, menurut saya, disitu ada menyalahgunakan kekuasaan. Disalahgunakan untuk memerintahkan anak buahnya melakukan sesuatu seperti yang dia kehendaki,” sambungnya.
Sementara itu, Hakim Jon kembali menanyakan pelaku yang menyuruh tersebut menggerakkan sebagaimana yang dimaksud pasal 114 atau 112 UU nomor 35 tahun 2009 tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
“Jika melihat konstruksi dari Pasal 55 ayat 1 ke-2, keduanya merupakan pelaku. Oleh karena itu, dia menyatakan penyuruh dan tersuruh masuk ke dalam Pasal 114 atau 112 UU Narkotika. Kesimpulannya, bisa Yang Mulia,” tuturnya. (rdr-008)