Mari kita mengamati beberapa tahun terakhir ini, ada fenomena menarik di kalangan masyarakat muslim Indonesia secara umum saat merayakan momen Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri.
Prof. Dr. Widodo Muktiyo, SE. M.Com – Ketua Dewas LKBN Antara
Lebaran digital, demikian saya menyebut fenomena ini sebagai cara baru bagi tidak sedikit kalangan di masyarakat kita dalam menyelami indahnya berhari raya.
Lebaran, dengan ragam pernak-pernik tradisi khasnya dari open house halal bihalal hingga urusan mudik, saat ini telah coba dinikmati secara virtual, selain tentu saja secara fisik.
Hadirnya internet pada masyarakat modern secara faktual telah memberikan banyak warna baru dalam berbagai hal tak terkecuali pada saat momen berhari raya.
Saat internet belum hadir dan masif mengemuka, tradisi masyarakat kita dalam praksis berkomunikasi dan berdiseminasi informasi saat Lebaran umumnya masih dilakukan secara konvensional.
Namun tatkala internet telah menjadi gurita dalam kehidupan seperti saat ini, banyak orang yang kemudian beralih cara dalam berlebaran melalui format digital, baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. Ini bukan hanya satu atau dua aktivitas saja, namun bahkan berlaku di banyak aktivitas terkait momen lebaran.
Melalui berbagai piranti teknologi komunikasi digital modern, masyarakat tidak canggung dalam mendekap keistimewaan Lebaran dalam praksis berkomunikasi maupun berdiseminasi informasi secara super highway.
Sebagai contoh, jika dulu banyak masyarakat yang melakukan tradisi ber-halal bihalal melalui saling berkunjung langsung secara fisik dari rumah ke rumah.
Namun saat ini, sebagian pihak melakukannya secara daring (dalam jaringan) terutama melalui piranti ponsel pintar (smart phone) tanpa harus saling berkunjung secara fisik. Atau tetap saling mengunjungi secara fisik namun diawali dengan ucapan saling memaafkan via online.
Jika dulu menjadi sangat umum orang mengantre untuk mendapatkan tiket armada umum (bus, kereta api, kapal, pesawat, travel) secara langsung di agen-agen resminya, maka saat ini cukup mengulik HP (hand phone) berkoneksi internet sambil selonjor santai di kursi rumah dalam memproses tiket mudik ke kampung halaman secara online.
Kalau dulu menjadi hal biasa orang sibuk mengantre di bank untuk menarik uang buat bekal mudik, maka saat ini cukup memencet tombol-tombol HP melalui fasilitas menu e-banking atau via ATM (automatic teller machine).
Jika tempo dulu banyak orang berbelanja kebutuhan berlebaran dengan harus berjejalan memenuhi pasar atau supermarket, maka saat ini banyak orang yang merasa cukup order melalui layanan berbagai toko online.
Dengan hanya memproses transaksinya lewat smartphone, maka barang yang dipesan akan langsung dikirim sampai di depan pintu rumah kita.
Pun terkait pesan kontemplatif soal hikmah berlebaran, jika pada masa sebelumnya masyarakat jamak mengetahuinya melalui berbagai pengajian langsung atau lewat media massa cetak dan elektronik, maka saat ini banyak yang mengetahuinya melalui internet lewat ragam akses platform teknologinya.
Potret Digital
Jadi, dapatlah sampai batas tertentu dikatakan bahwa Lebaran digital bukan hanya menjadi cara baru terkini bagi banyak masyarakat muslim Indonesia – bahkan juga secara global – dalam merayakan Idul Fitri, namun telah menjadi mode baru tersendiri.
Menjadi semacam kultur baru bagi masyarakat muslim modern dalam mengekspresikan asa, hasrat dan kebutuhan diri secara personal maupun massal pada momen hari raya secara kreatif, dinamis dan sofistikatif.
Fenomena ini tidak lepas dari eksistensi, peran dan pengaruh internet itu sendiri sebagai piranti mediator yang merealasikan masyarakat dengan ruang-ruang virtual secara intensif, akseleratif dan masif. Dan di Indonesia, jumlah pengguna internet termasuk tergolong besar dan diprediksi terus bertumbuh setiap tahunnya.
Hasil survei terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama SRA Consulting menyebut jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2023 mencapai 215.626.156 pengguna (78,19%) dari total populasi sebesar 275.773.901 jiwa.
Terjadi peningkatan jumlah sebesar 1,17% jika dibandingkan dengan data serupa tahun 2022 yang berjumlah 210.026.769 pengguna. Tingkat penetrasi internet tahun 2023 terhadap laki-laki sebesar 79,32% dan terhadap perempuan sebesar 77,36%.
Di tingkat global, data dari Statista, sebuah lembaga penyedia data pasar dan konsumen global terkemuka, per Januari 2023 menyebut Indonesia bertengger di ranking ke-4 pengguna internet terbanyak di dunia yakni sebesar 212,9 juta pengguna, setelah Tiongkok (1,050 miliar pengguna), India (692 juta pengguna) dan Amerika Serikat (311,3 juta pengguna).
Sementara jumlah pengguna media sosial di Indonesia menurut laporan We Are Social per Januari 2023 mencapai 167,0 juta pengguna (60,4%) dengan jumlah pengguna laki-laki sebesar 53,2% dan pengguna perempuan sebesar 46,8%.
Agaknya pula, smart phone menjadi platform teknologi komunikasi modern berkoneksi internet paling primadona bagi masyarakat Indonesia yang ikut menyumbang pengaruh signifikan bagi fenomena Lebaran digital ini.
Bisa dikatakan, banyak dari masyarakat Indonesia yang seakan ‘tidak bisa hidup’ tanpa memegang smart phone. Ada gejala nomophobia (no mobile phone phobia). Seolah, mereka ini merasa lebih takut ketinggalan gadget daripada ketinggalan dompet di rumah.
Smartphone telah menciptakan ketergantungan begitu mendalam dalam relung kehidupan keseharian sehingga menjadikan diri merasa tidak nyaman jika harus jauh dari HP.
Laporan dari Newzoo, perusahaan data dan riset digital global berbasis di Belanda, menyebut jumlah pengguna smartphone di Indonesia tahun 2022 mencapai 192,15 juta pengguna.
Jumlah ini menjadikan Indonesia menempati urutan ke-4 daftar jumlah pengguna smartphone terbesar di dunia setelah Tiongkok (910,14 juta pengguna), India (647,53 juta pengguna) dan Amerika Serikat (249,29 juta pengguna).