Namun kenyataannya saat ini, kata Sugeng, pungli yang dilakukan oleh lima anggota Polri terhadap penerimaan Bintara Polri di Polda Jawa Tengah, ranah pidananya belum jelas” dan masih bermain dalam kata-kata penyidikan yang ditangani Ditreskrimsus Polda Jateng.
Akibatnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mempraperadilankan Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi karena menghentikan proses hukum kelima anggotanya yang melakukan pungli.
“Kendati putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang menolak permohonan MAKI karena di dalam KUHAP menghentikan penyidikan harus ada terlebih dahulu tindakan penyidik memulai penyidikannya,” katanya.
IPW mendapatkan informasi polisi Polda Jateng yang terlibat dalam percaloan tersebut belum di PTDH.
“Adanya putusan tersebut mengindikasikan bahwa pelaku pungli penerimaan Bintara Polri Tahun 2022 itu masih berproses. Padahal proses itu sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri sehingga harus dikomunikasikan kepada masyarakat,” katanya.
Transparansi penanganan kasus di internal dengan melibatkan anggota Polri yang sangat tertutup terjadi juga di Polda Kaltara.
Bahkan kasus pemerasan yang dilakukan oleh Iptu MK saat menjadi Kasatreskrim Polres Bulungan ‘dikawal’ oleh Kapoldanya, Irjen Daniel Aditya sehingga harus diambil alih oleh Divpropam Polri untuk menanganinya.
Hal ini terjadi setelah adanya kegaduhan pencopotan Kabidpropam Kaltara, Kombes Teguh Triwantoro yang dicopot oleh Kapolda setelah adanya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Iptu MK yang ditangani Propam Polda Kaltara dan akhirnya Kombes Teguh diaktifkan lagi sebagai Kabidpropam Polda Kaltara setelah Menkopolhukam Mahfud MD turun tangan.
Pengawalan dari Kapolda Kaltara itu sangat jelas ketika Iptu MK dimutasi ke Ditintelkam Polda Kaltara yang mestinya ke Yanma.
Keistimewaan ini diduga adanya hubungan penangkapan kapal yang diduga melakukan penggelapan BBM dengan meminta uang Rp1,5 Miliar yang mengalir ke Kapolres Tarakan dan Kapolda Kaltara.
Pada kasus ini, Mabes Polri melalui Divhumas Polri menyatakan bahwa Polri telah membentuk tim dari Itwasum Polri dan Divpropam Polri. Namun hingga kini, perkembangan kasus ini tak pernah di ekspose ke publik dan Kapolri sendiri tak pernah bersuara perkembangan dari tim Itwasum Polri dan Divpropam Polri.
“Sementara Kapolda Kaltara dan Kapolres Tarakan masih dipertahankan. Padahal laporan masyarakat telah dilayangkan ke pihak Divpropam Polri.
Ini merupakan ujian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa transparansi masih jauh dari harapan,” katanya.
Sehingga, kata Sugeng, perlu keteladanan dari pemimpin di semua lini satker untuk melakukan pembersihan di institusi Polri ke depan.
Keteladanan sebagai abdi nusa dan bangsa ini sangat dibutuhkan oleh setiap insan Polri, untuk melakukan reformasi kultural yang belum menampakkan hasil memuaskan karena masih menonjolnya sikap arogansi, penyalahgunaan kewenangan dan hedonisme.
IPW juga memberikan catatan terkait kasus-kasus tersisa dalam sidang kode etik atas obstruction of justice.
Teranyar adalah putusan atas Kompol Chuck Putranto yang dalam putusan banding dibatalkan PTDH-nya hanya dikenakan demosi 1 tahun.
Terkait materi putusan adalah kewenangan majelis Etik akan tetapi prosedural juga harus ditaati karena putusan tersebut bisa dikatakan cacat prosedural berdasarkan waktu seharusnya perkara itu diputus menurut Perpol nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Polri. Semestinya selama-lamanya putusan tersebut harus sudah keluar Desember 2022.
“Oleh sebab itu, dalam usianya yang sudah 77 tahun, Polri harus mawas diri dengan mengerem anggotanya untuk tidak arogan dan pamer kekayaan. Karena ada institusi lain yang merasa tertinggal dan saat ini berusaha mengajukan perubahan rancangan undang-undang TNI yang meminta bisa masuk di sepuluh lembaga pemerintahan,” katanya.
Yang tidak kalah pentingnya di usia 77 tahun ini, kata Sugeng, sebagai insan Bhayangkara, Polri yang melayani masyarakat harus mampu berbuat yang terbaik kepada publik.
“Terobosan program Curhat Jumat dan Polisi RW menjadi penguatan transparansi, informasi dan komunikasi di masyarakat,” katanya.
Program itu, ungkapnya bertujuan mendukung kedekatan institusi dengan publik sebagai upaya terciptanya kondusifitas, keamanan dan ketertiban masyarakat, Apalagi, dilakukan menjelang pemilu 2024.
Terobosan ini, akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri dan citra Polri di masyarakat. Seperti juga transparansi berkeadilan dalam Polri Presisi yang dijalankan deri tingkat Mabes Polri hingga Polsek-Polsek.
“Semoga Polri yang sudah berusia 77 tahun semakin bisa mendapatkan kepercayaan Publik dengan taat dan setia mewujudkan Tribrata secara konsisten,” tuturnya. (rdr-008)