Selain itu, fintech juga wajib menyetorkan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang telah dipotong ke kas negara. Tak hanya itu, fintech wajib melaporkan pemotongan pajak PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dalam surat pemberitahuan masa PPh.
Sedangkan PPN dikenakan atas penyerahan jasa penyelenggara fintech oleh pengusaha. Adapun penyelenggara fintech yang dimaksud yaitu penyediaan jasa pembayaran, penyelenggaraan penyelesaian transaksi (settlement) investasi, penyelenggaraan penghimpunan modal atau crowdfunding, layanan pinjam meminjam, hingga layanan pendukung keuangan digital lainnya.
“Penyediaan jasa pembayaran sebagaimana dimaksud paling sedikit berupa: uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana,” tulis Pasal 6 ayat (3).
Dalam PMK 69/2022 disebutkan bahwa penyelenggaraan penghimpunan modal atau crowdfunding merupakan Jasa Kena Pajak. Penyelenggara penghimpunan modal yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak.
“Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan cara mengalikan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak,” tulis Pasal 11 ayat (3).
Dasar pengenaan pajak tersebut berupa penggantian yaitu sebesar fee, komisi, atau imbalan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima oleh penyelenggara penghimpunan modal. (rdr/merdeka.com)