Modal Nol Rupiah, Usaha Pria 64 Tahun Ini Beromset Rp4 Juta Perhari

Pengusaha peti buah berpenampilan sederhana itu mampu memberdayakan sebanyak 19 orang masyarakat kurang mampu di sekitar tempat tinggalnya.

M Jinis dan usaha peti buahnya dengan modal nol rupiah hingga omset Rp4 juta perhari yang dibantu CSR Semen Padang

M Jinis dan usaha peti buahnya dengan modal nol rupiah hingga omset Rp4 juta perhari yang dibantu CSR Semen Padang

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Bagi M. Jinis Khatib Jalelo, menjadi pengusaha tidak harus dengan modal besar. Bahkan dengan modal nol rupiah, pria berusia 64 tahun itu berhasil membuktikan bahwa dirinya sukses menjadi pengusaha.

Pengusaha peti buah berpenampilan sederhana itu mampu memberdayakan sebanyak 19 orang masyarakat kurang mampu di sekitar tempat tinggalnya di Jorong Baduih, Nagari Simawang, Kecamatan Rambatan, Tanah Datar.

“Alhamdulillah, sekarang ini jumlah pekerja saya 19 orang. Paling banyak itu perempuan. Dari belasan pekerja, ada juga usianya hampir mencapai 70 tahun. Bagi saya, tua pun tidak masalah, yang penting bisa membuat peti buah,” kata M. Jinis saat dikunjungi media ini pekan lalu.

M. Jinis membeberkan bagaimana dia bisa meraih sukses menjadi pengusaha peti buah dengan modal nol rupiah. Sebelum menjadi pengusaha, dia hanya seorang petani ladang yang menggarap lahan keluarganya untuk menanam jagung, kacang dan cabe.

Saat kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2007, M. Jinis gagal memanen hasil ladangnya. “Bukan sekali saja saya gagal memanen hasil ladang, tapi berulang kali. Bahkan, saya sampai kehabisan modal untuk beli bibit dan pupuk,” ujarnya.

Gagal memanen hasil ladang berulang kali, akhirnya membuat M. Jinis menyerah dan berusaha untuk menggeluti usaha lain. Namun kala itu, M. Jinis bingung usaha apa yang harus dijalaninya. Apalagi, modal untuk memulai usaha juga tidak ada.

M. Jinis mengajak keluarganya untuk berembuk terkait usaha apa yang akan dijalani di tengah kondisi ekonomi keluarga yang begitu terpuruk pasca hasil ladang gagal dipanen. “Setelah berembuk, muncul lah ide untuk membuat kayu piri-piri,” bebernya.

Meski ide sudah ada, kata M. Jinis, persoalan lain adalah modal. Beruntung, keponakannya yang tinggal di Kota Padang punya mesin potong kayu. Sehingga, mesin tersebut dimanfaatkannya untuk memulai membuat kerajinan kayu piri-piri.

“Saya pinjamlah mesinnya dan saya bawa ke kampung. Sedangkan untuk kayu yang diolah menjadi piri piri, saya beli dengan cara dihutang. Harga satu truk kayu seharga Rp700 ribu ketika itu. Makanya, ketika memulai usaha modal saya nol rupiah,” katanya.

Sayangnya, sebut M. Jinis, usaha kerajinan kayu piri piri tak begitu menjanjikan, karena hasil dari penjualan kayu piri piri hanya cukup untuk biaya makan sekeluarga. Meski begitu, M. Jinis tidak menyerah dan terus menjalani usaha kayu piri-piri.

M. Jinis yang merupakan tokoh adat di Kecamatan Rambatan yang dikenal relegius, juga tak henti-hentinya untuk berdoa kepada Allah SWT agal dimudahkan usahanya. Doanya akhirnya diijabah Allah SWT.

Salah seorang pengusaha peti buah menawarinya untuk bekerja sama. Karena, pengusaha peti buah itu tertarik untuk membeli kayu piri-piri yang dibuatnya. Namun ketika itu dibeli dengan harga murah.

“Selain itu, pengusaha peti buah itu juga menawari saya untuk membuat bingkai peti buah dan dijual kepadanya. Tawaran itu saya terima. Beberapa bulan kemudian, juga ditawari buat dinding peti,” ujarnya.

Di tahun 2010, lanjut M. Jinis, dia pun didatangi seorang pengusaha ekspor buah untuk bekerja sama membuat peti buah. Di awal kerja sama tersebut, dia pun hanya bisa membuat 50 peti buah sehari. Padahal, permintaan peti buah kala itu sangat banyak jumlahnya.

“Saya tidak ingat jumlahnya berapa, pokoknya cukup banyak. Tapi yang jelas, ini lah awalnya saya memproduksi peti buah. Kalau sebelumnya, hanya buat kayu piri-piri yang dijadikan rangka dan dinding peti buah,” ujarnya. (rdr)

Exit mobile version