“Banyak musisi yang tengah naik daun, mengawali kariernya sebagai kreator TikTok, seperti Jebung, Idgitaf, Fabio Asher, Elsa Japasal, Mitty Zasia, dan masih banyak lagi,” sambungnya.
Artist Promotions Lead Resso Indonesia, Matthew Tanaya mengatakan, teknologi digital memampukan orang untuk mengakses musik dengan lebih mudah dan inklusif. “Kami sangat aware dengan perkembangan yang ada di industri. Bisa dikatakan, platform teknologi TikTok, SoundOn, dan Resso diciptakan sebagai upaya untuk mendukung industri musik. Resso terus melakukan berbagai inisiatif seperti editorial, kurasi, dan katalog untuk membuat pengalaman menemukan musik menjadi lebih mudah, serta sangat terbuka untuk saran dan kolaborasi yang dapat memajukan industri ini bersama,” jelasnya.
Di sisi lain, pengamatan jurnalis musik Al Sobry melihat adanya peningkatan peran platform digital sebagai sumber informasi. “Dulu, radio menjadi sumber informasi musik, lagu, dan artis, bahkan turut membentuk selera musik pendengar. Sekarang, peran tersebut sudah diambil alih oleh berbagai platform digital, termasuk TikTok. Industri musik kita memang masih dan sedang beradaptasi dengan teknologi digital, dan para musisi sudah harus mulai memikirkan konten digital mereka, kalau pun bukan oleh musisinya sendiri, mereka bisa memanfaatkan talenta digital yang ada,” tuturnya.
Sobry juga menyoroti perlunya mengasah kemampuan talenta digital dengan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan untuk mengisi peluang kerja yang ada.
Dari sisi pemerintah, menurut Direktur Tata Kelola Ekonomi Digital, Kementerian Pariwisata dan Kreatif Ekonomi, Selliane Halia Ishak, era digital memungkinkan semua hal menjadi transparan dan terukur melalui data analytic. Pemerintah memiliki beberapa target terkait pertumbuhan ekonomi digital, tidak hanya dari kontribusi pendapatan saja atau nilai ekonominya, tetapi juga terkait pengembangan talenta digital dan terjadinya transformasi digital di pelaku UMKM.
“Untuk itu, kami sangat berharap mendapat masukan dari para pelaku industri, agar dapat berbagi pengetahuan serta berkolaborasi dengan pemerintah, guna mendukung program-program akselerasi digital di semua subsektor ekonomi kreatif khususnya musik,” katanya.
Pada tahun 2021, pemerintah mencatat kontribusi capaian nilai ekonomi digital Indonesia di tahun tersebut sebesar 70 milyar USD dan target 2024 dapat mencapai 146 milyar USD. Berbeda dengan sub-sektor gaming yang sudah dapat diukur kontribusinya pada nilai ekonomi digital, untuk sub-sektor musik belum ada data yang dapat menunjukkan jumlah pasti yang dikontribusikan untuk nilai ekonomi digital Indonesia.
Selliane mengimbau para pelaku industri yang hadir dalam diskusi untuk juga membantu memikirkan cara bagaimana kontribusi tersebut dapat terdata dengan baik sehingga musik dapat kita ketahui bersama besaran kontribusinya terhadap target nilai ekonomi digital Indonesia, mengingat musik adalah sub-sektor ekraf tertinggi dan tercepat saat pandemi melakukan shifting ke digital (bertransformasi secara digital).
Menutup diskusi, para peserta menyepakati bahwa, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk dapat benar-benar memanfaatkan dan menikmati benefit yang diberikan oleh teknologi digital. Upaya yang sudah dilakukan saat ini dalam mengakselerasi dan mengoptimalisasi musik digital untuk meningkatkan kehidupan para pelaku industri masih jauh dari sempurna.
Revolusi digital global yang terus bergerak dengan pengimplementasian Blockchain, Metaverse, NFT (non-fungible token), dan Web 3.0, tentunya, kembali mengharuskan semua pelaku industri musik di Indonesia untuk mulai memikirkan dan mempelajari teknologi ini. (rdr)