Oleh:
Labai Korok
Pilkada Sumatera Barat tahun 2005, penulis sudah tergabung dalam pemenangan, yaitu sebagai staf keuangan dan logistik Pilkada pasangan Prof Irwan Prayitno-Ikasuma Hamid, salah satu yang pernah penulis layani ikut terlibat pemenangan adalah mantan Dekan Fakultas Olahraga kampus terbesar di Sumbar.
Nasib Prof Irwan Prayitno-Ikasuma Hamid belum beruntung, kekalahan dialami, pemenang waktu itu Gamawan Fauzi-Prof Marlis. Namun nasib saat kalah itu, tidak mengenakkan, sangat banyak tekanan psikis terjadi, ada tim yang bersedih, marah karena ada kecurangan, macam-macam perasaan yang waktu kalah itu muncul.
Situasi dalam kekalahan itu tetap dihibur oleh Prof Irwan Prayitno diposko pemenangan Minang Center yang terletak di Ulak Karang (sekarang jadi klinik). Saat itu, tidak salah Prof Irwan berseloroh pada tim pemenangan, “agar semua bisa bergembira, harusnya data suara yang diinput itu, dimana daerah yang Irwan-Ikasuma menang saja, biar hasilnya terkesan kita yang menang terus. Kalau input data suara seperti ini tentu kita semua akhirnya bersedih, yang diinput data suara daerah Irwan-Ikasuma kalah.”
Semua yang hadir ikut tertawa dan tersenyum-senyum mendengar kata-kata Prof Irwan tersebut. Jika tidak salah Pilkada tahun 2005 perolehan suara pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Gamawan Fauzi- Marlis Rahman tetap mengungguli 4 pasangan cagub lainnya. Gamawan-Marlis merupakan pasangan yang diajukan PDIP-PBB.
Berdasarkan data KPU pada waktu itu Gamawan-Marlis sudah meraup 614.948 suara atau 44,22% dari total 1.398.214 suara sah yang masuk. Di urutan kedua, ditempati pasangan Irwan Prayitno-Ikasuma Hamid yang memperoleh 349.231 suara (25,11%).
Posisi ketiga diduduki Jeffrie Geovanie-Dasman Lanin yang memperoleh 211.423 suara (15,20%). Posisi selanjutnya, Leonardy Harmainy-Rusdi Lubis dengan 120.011 suara (8,63%) dan Kapitra Ampera-Dalimi Abdullah 94.989 (6,83%).
Kalah Pilkada itu memang tak enak, dipastikan semua tim, relawan, fans paslon akan bersedih. Dampak bersedih itu ada anggota tim yang stroke, sakit, ada yang bacarai laki jo bini, ada yang tidak bisa keluar rumah.
Ada tim lingkaran cakada itu yang bawaannya marah saat kalah, sehingga memotivasi calon yang kalah ini membiayai lagi seperti demo dengan tudingan tentu kecurangan. Ada yang emosi mendorong cakada untuk melaporkan ke Bawaslu, terakhir digugat ke Mahkamah Konstitisi MK. Uang keluar lagi.
Juga ada tim yang penyabar, mendorong calonnya yang kalah sabar, agar priode Pilkada tahun depan diulang lagi maju jadi calon, insy Allah menang.
Kesemua situasi yang penulis jelaskan di atas akan dilalui oleh semua calon kepala daerah yang kalah. Namun usulan penulis agar calon kepala daerah yang kalah lebih baik mempersiapkan diri untuk ikut Pilkada tahun 2029.
“Jan dipadalam jatuah,” kata urang Piaman.
Terutama petahana yang hari ini kalah, besok ulang lagi. Sudah banyak contoh petahana kalah, periode berikut maju akhirnya menang seperti Pasaman, Pesisir Selatan, Pasaman Barat, Padang Panjang, Bukittinggi dan lainnya. (*)
Komentar