Oleh: Two Efly, Wartawan Ekonomi
Dia tak banyak drama, namun penuh dengan kerja nyata. Tak ada kegiatan sensasional yang dibuat-buatnya. Tak ada aksi lawak lawakan naik mobil dinas Toyota Innova atau mengibarkan bendera di dasar laut Samudera Hindia.
Andre Rosiade. Begitu namanya dipanggil. Sebagai politisi muda, Andre Rosiade mampu menjelma menjadi ikonik Sumatera Barat di kancah nasional. Andre bak “Baringin Gadang di tangah padang”. Banyak perjuangan yang sudah ditunaikannya untuk masyarakat Sumatera Barat. Baik bantuan secara pribadi, organisasi, jabatan dan akses politiknya. Hebatnya lagi bantuan itu tak mengenal batas “wilayah” politik. Andre tak peduli dengan “warna dan bendera” apa. Sepanjang untuk kemajuan Sumatera Barat Andre turun tangan. Lihatlah fakta dan kerja politiknya. Pembangunan yang mangkrak bertahun-tahun pun mampu dilanjutkan dengan kerja dan lobi politiknya.
Siapa Andre sebenarnya? Ternyata Andre bukanlah anak muda biasa. Darah aktivis mengalir deras di tubuhnya. Andre tercatat pernah menjabat sebagai Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Universitas Tri Sakti tahun 2000-2001. Usai menamatkan studi, Andre bermigrasi menjadi politisi Partai Gerindra dan terpilih dengan suara terbanyak menjadi anggota DPR-RI dari dapil I Sumbar.
Kini Andre berkiprah di Legislatif. Walau bukan berposisi sebagai kuasa pengguna anggaran namun cukup banyak proyek strategis nasional yang diperjuangkannya untuk Sumbar. Tak hanya APBN yang diperjuangkan untuk Sumbar, dana Coorporate Social Responsibility (CSR) dari BUMN pun banyak dialirkan ke Ranah Minang ini. Baik untuk pendidikan, sosial, keagamaan maupun untuk aktivitas olahraga.
Setiap bulan selalu saja ada “kejutan”. Di akhir Agustus 2022, Andre kembali membuat “kejutan”. Dalam sepekan tiga project strategis berhasil diperjuangkan. Uniknya, ketiga project strategis ini sudah cukup lama mangkrak dan mulai hilang dari “mimpi” publik Sumatera Barat.
Apa itu? Pertama, Tambang Migas (Minyak dan Gas Bumi) di Kabupaten Sijunjung. Kedua, jalan bebas hambatan (tollway atau toll road) dan ketiga, Flyover Sitinjau Lauik.
Blok Sinamar dan Blok Ganesha
Siapa sangka negeri yang terjepit di kawasan wilayah pantai barat Sumatera ini memiliki cadangan Minyak dan Gas Bumi yang cukup lumayan? Usut punya usut ternyata ada satu daerah di bagian timur Sumatera Barat memiliki cadangan Minyak dan Gas Bumi yang cukup melimpah. Ya, Blok Sinamar dan Blok Ganesha yang membentang di perut bumi di Kabupaten Sijunjung.
Blok Sinamar dan Blok Ganhesa ini memiliki cadangan migas yang menjanjikan. Sempat dieksplorasi PT Radian Bukit Barisan dan dieksploitasi PT Rezki Bukit Barisan tahun 2019 yang lalu kini terhenti. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Bupati Sijunjung yang energik H Beni Dwifa Yuswir S.IP MSi. Namun, upaya sang Bupati belum berhasil. Eksploitasi lanjutan belum dapat dilakukan.
Kini Andre dan Benni Dwifa Yuswir berkolaborasi. Dua politisi milenial dengan partai pengusung berbeda ini bekerja sama. Tak tanggung-tanggung Dirut Perusahaan Gas Negara (PGN) Muhamad Haryo Yunianto diboyong ke sumur Migas Sinamar I. Di sumur Sinamar I tersebut Muhamad Haryo Yunianto menegaskan, siap melanjutkan eksplotasi dan meng-take over investasi dari perusahaan migas sebelumnya.
Kini dengan hadirnya PGN sebagai pelaksana baru di Blok Sinamar dan Ganesha kembali membuka harapan masyarakat Sijunjung untuk bisa mendapatkan “kue ekonomi” baru. Penambangan Migas dipastikan membawa dampak multiplier effect ekonomi yang sangat besar. Baik bagi daerah dan terutama bagi masyarakat Kabupaten Sijunjung.
Tollway Segmen I
Semenjak di ground breaking oleh Presiden Jokowi tahun 2018 yang lalu, Sub Tol Padang-Pekanbaru selalu menjadi buah gunjing. Tak saja di medsos, di warung dan lapau kopi pun cerita jalan Tollway (bebas hambatan) selalu muncul. Beragam tanggapannya, mulai dari kecewa, marah, muak dan suka mengakumulasi menjadi satu. Ada yang mencimeeh dan cukup banyak juga berharap agar pembangunan jalan tol itu dilanjutkan.
Sampai Juli 2022 total ruas jalan Tol yang sudah tuntas diselesaikan tercatat sepanjang 4,2 KM. Jika jangka waktu pengerjaan dikomparasikan dengan panjang ruas jalan yang tuntas maka itu sangat jauh dari kata cukup. Rerata kurang 1 Km per tahun. Sungguh ini capaian yang sangat rendah.
Itu baru dengan jangka waktu. Bagaimana dengan pengerjaan di wilayah lain? Ini yang jauh lebih parah lagi. Lihatlah tol Dumai – PKU – Kampar. Ruas ini sudah selesai dan sudah dimanfaatkan. Kini Hutama Karya sedang menuntaskan PKU-Kampar hingga tapal batas Sumbar. Tol Palembang – Bengkulu sudah selesai. Tol Kuala Namu – Deli Serdang – Binjai sudah dioperasional. Sementara kita di Sumbar akan ke akan juga.
Komentar