“Data kami di BNN, peredaran narkoba di Sumbar masuk peringkat enam dari 34 provinsi di Indonesia dan peringkat empat di Sumatera di bawah Sumatera Utara (Sumut), Riau dan Palembang,” katanya.
Ia mengatakan sebanyak 1,1 persen dari total populasi di Sumbar atau sekitar 65 ribu orang telah terpapar obat terlarang itu sehingga butuh perhatian yang sangat serius dari semua pihak.
“Terdapat tiga jenis narkoba yang paling banyak beredar di Sumbar yaitu sabu-sabu, ganja dan ekstasi,” katanya.
Dari banyak kasus yang terungkap, BNN memperkirakan 65 ribu orang pengguna narkoba itu sekitar 30 persen di antaranya adalah pengguna sabu-sabu.
Jika diasumsikan satu orang menggunakan 0,5 gram maka dalam satu bulan itu setidaknya ada 15 kilogram sabu-sabu yang beredar di Sumbar.
Menurut Ricky, daerah yang paling banyak peredaran narkoba di Sumbar yaitu Solok dan Pesisir Selatan. Namun daerah lain juga cukup tinggi.
Ia mengatakan, pihaknya tidak bisa jalan sendiri untuk memberantas peredaran narkoba di Sumbar karena itu kolaborasi dengan semua pihak menjadi jalan yang harus dilakukan.
“BNNP Sumbar dalam melaksanakan tugas terkendala kurangnya sarana dan prasarana. Selain itu anggaran juga terbatas pada sejumlah program seperti pencegahan, pemberantasan dan rehabilitasi. Karena itu perlu adanya kolaborasi dengan semua pihak,” katanya.
Ia berharap dengan kolaborasi itu, peredaran narkoba di Sumbar bisa ditekan bahkan diberantas karena bahayanya tidak hanya pada pemakai tetapi juga pada masyarakat.
“Pengguna narkoba pada akhirnya karena dorongan kebutuhan, akan menjadi pembohong dan pencuri. Lebih parah lagi bisa memicu perilaku hedon dan seks bebas,” tuturnya. (rdr)