PADANG, RADARSUMBAR.COM – Ketua Umum PWI Pusat Zulmansyah Sekedang mengatakan, pembekuan PWI Sumbar serta sejumlah pengurus PWI provinsi lainnya oleh Hendri Ch Bangun (HCB) tidak sah.
“Seluruh keputusan yang diteken HCB sejak tanggal 16 Juli 2024, tidak berlaku, sebab melalui mekanisme aturan yang ada, Dewan Kehormatan PWI Pusat telah memberhentikannya sebagai anggota PWI.”
“Hal ini dikukuhkan dan diperkuat lagi dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PWI di Jakarta 18 Agustus 2024,” kata Zulmansyah yang terpilih menjadi Ketua Umum PWI Pusat melalui KLB PWI, di Jakarta, 19 Agustus 2024.
Menurutnya, pengurus yang dibekukan tersebut, hanya versi HCB. Sesungguhnya, pengurus PWI provinsi yang dibekukan tetap sebagai pengurus PWI Provinsi yang sah.
Salah satunya, lanjut Zulmansyah, PWI Sumbar yang dibekukan melalui SK Pembekuan tertanggal 16 Agustus 2024. “PWI Sumbar dibekukan oleh orang yang sudah dipecat dan diberhentikan DK sebagai anggota PWI.”
“Jangankan bertindak dalam jabatan selaku Ketum PWI, selaku anggota saja, HCB tidak punya kapasitas lagi karena yang bersangkutan sudah dipecat. Ketika sudah berhenti jadi anggota PWI, tentu tidak bisa lagi menjadi Ketua PWI,” kata Zulmansyah.
Setelah HCB diberhentikan penuh oleh DK PWI Pusat, ditindaklanjuti dengan KLB. Rekomendasi KLB antara lain, pertama, menyetujui/Mengukuhkan SK Dewan Kehormatan (DK) PWI Nomor: 50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tentang Sanksi Pemberhentian Penuh terhadap Sdr. Hendry Ch Bangun sebagai Anggota PWI dan SK Dewan Kehormatan (DK) PWI Nomor: 53/DK/PWI-P/VII/2024 perihal Pemberian Sanksi Pemberhentian adalah sesuai PD PRT PWI. Karenanya sah dan berlaku.
Kedua, menyatakan seluruh surat keputusan yang ditandatangani oleh Sdr. Hendry Ch Bangun setelah diterbitkannya SK Dewan Kehormatan PWI Nomor:50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024 adalah melanggar PD PRT PWI dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku.
Ketiga, menyatakan Rapat Pleno Diperluas Pengurus PWI Pusat tanggal 27 Juni 2024 dan Keputusan PWI Pusat Nomor: 218-PLP/PP-PWI/2024 tentang Perubahan Pengurus Pusat PWI masa bakti 2023-2028 yang ditandatangani Sdr. Hendry Ch Bangun dan Sdr. Sayid Iskandarsyah adalah melanggar PD PRT PWI dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku.
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. “Maka semua SK yang membekukan PWI Provinsi, tidak sah dan tidak berlaku. Yang menanda-tangani, sudah gugur sebagai anggota PWI,” tegas Zulmansyah.
Seperti diungkapkan pakar hukum dan etika pers Wina Armada sebelumnya, prahara di PWI Pusat ini bermula dari dugaan penyimpangan dana UKW yang berasal dari Forum Humas BUMN senilai Rp 6 miliar.
Dana itu masuk ke kas PWI, sudah sempat dikeluarkan sebesar Rp. 1.771 miliar yang didalilkan HCB, untuk cashback dan fee orang dalam di PWI (Hendry Bangun dkk). Perinciannya, untuk Cashback ke BUMN sebesar Rp.1.080 M dan Rp.691 juta untuk ordal alias orang dalam PWI.
Cashback untuk pihak BUMN dibuat tanda terimanya tanggal 29 Desember 2023. Dalam kuitansi jelas tertera “Untuk pembayaran cashback UKW PWI – BUMN.”
Dalam pandangan hukumnya, bukti ini tidak dapat disangkal lagi, semula uang itu digelontorkan atas nama cashback, dan bukan lainnya.
“Jika belakangan diubah oleh Hendry dengan istilah lain, itu namanya akal-akalan untuk menutupi kejahatan dan penyelewengan, guna menyamarkan bukti yang ada.
Tanda terima untuk cashback itu, juga dilengkapi dengan tanda tangan. “Padahal pihak Forum Humas BUMN dengan tegas membantah telah mengatur keharusan adanya cashback, apalagi sampai menerima cashback,” ujar Wina.
Audit yang dilakukan di Forum Humas BUMN memang terbukti tidak ada pengeluaran dan penerimaan cashback sebagaimana dimaksud dalam dokumen tanda terima karangan Hendry Bangun Cs.
Wina menjelaskan ada dua hal mendasar terhadap fakta ini. Pertama, semua uang Rp 1.080 M yang sudah sempat keluar dari kas PWI, perlu dipertanyakan keluar kemana, karena Forum Humas BUMN membantah telah menerima uang terebut.
“Dari sini saja sudah terang benderang unsur dugaan tindak pidana korupsinya, sudah terpenuhi,” kata Wina.
Wina mengatakan, dirinya dalam kasus ini sengaja memilih istilah “korupsi,” lantaran pada saat sekarang, dari praktek tata kelola keuangan negara, semua aset, kekayaan dan keuangan BUMN dimasukan sebagai keuangan negara.
“Pada bagian ini dapat diartikan, korupsi terhadap keuangan BUMN sama dengan korupsi terhadap keuangan negara,” terangnya.
Hal kedua, aliran dana yang sudah sempat keluar dari kas PWI dan ada tanda terimanya yang seakan dari Forum Humas BUMN, menimbulkan dugaaan ada pemalsuan tanda tangan pihak Forum Humas BUMN . “Ini sudah telak menambah untuknl membuktikan unsur pidana,” katanya.
Di mata Wina, unsur pidana semakin jelas, setelah Dewan Kehormatan PWI dalam keputusannya memerintahkan agar uang cashback itu dikembalikan, dan kemudian pengurus PWI mengembalikan uang tersebut, lengkap dengan bukti pengembaliannya di formulir bank.
Ternyata pengembalian uang memang bukan dari Forum Humas BUMN melainkan dari pengurus PWI sendiri dalam hal ini mantan Sekjen PWI, Sayyid Iskandar. Dengan begitu sudah terang benderang kemana aliran dana yang sempat melayang hilang,” ujarnya.
Wina mengingatkan, pengembalian uang dalam kasus dugaaan korupsi tidaklah dapat menghilangkan unsur tindak pidana korupsinya. Paling, hanya dapat dipakai untuk pertimbangan hakim untum mengurangi hukuman dalam putusan majelis hakim.
Selain kejahatan tindak pidana korupsi, masih ada perkara yang sedang dalam proses Bareskrim Mabes Polri. Perkara Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan melanggar Pasal 374 Juncto Pasal 55 KUHP. Perkara itu, telah dilaporkan anggota DK PWI Pusat, Helmi Burman.
Prosesnya sedang berjalan. Seluruh alat bukti, sudah di tangan penyidik. Bahkan HCB juga akan menghadapi perkara pemalsuan tanda tangan pihak BUMN melanggar Pasal 263 Juncto Pasal 55 KUHP.
Tinggal lagi menunggu tanggal mainnya, kapan HCB dipanggil penyidik dalam perkara perkara dimaksud. Malahan Helmi Burman juga sudah dimintai keterangan terhadap laporan yang disampaikannya tersebut. (rdr)