“Jika belakangan diubah oleh Hendry dengan istilah lain, itu namanya akal-akalan untuk menutupi kejahatan dan penyelewengan, guna menyamarkan bukti yang ada.
Tanda terima untuk cashback itu, juga dilengkapi dengan tanda tangan. “Padahal pihak Forum Humas BUMN dengan tegas membantah telah mengatur keharusan adanya cashback, apalagi sampai menerima cashback,” ujar Wina.
Audit yang dilakukan di Forum Humas BUMN memang terbukti tidak ada pengeluaran dan penerimaan cashback sebagaimana dimaksud dalam dokumen tanda terima karangan Hendry Bangun Cs.
Wina menjelaskan ada dua hal mendasar terhadap fakta ini. Pertama, semua uang Rp 1.080 M yang sudah sempat keluar dari kas PWI, perlu dipertanyakan keluar kemana, karena Forum Humas BUMN membantah telah menerima uang terebut.
“Dari sini saja sudah terang benderang unsur dugaan tindak pidana korupsinya, sudah terpenuhi,” kata Wina.
Wina mengatakan, dirinya dalam kasus ini sengaja memilih istilah “korupsi,” lantaran pada saat sekarang, dari praktek tata kelola keuangan negara, semua aset, kekayaan dan keuangan BUMN dimasukan sebagai keuangan negara.
“Pada bagian ini dapat diartikan, korupsi terhadap keuangan BUMN sama dengan korupsi terhadap keuangan negara,” terangnya.
Hal kedua, aliran dana yang sudah sempat keluar dari kas PWI dan ada tanda terimanya yang seakan dari Forum Humas BUMN, menimbulkan dugaaan ada pemalsuan tanda tangan pihak Forum Humas BUMN . “Ini sudah telak menambah untuknl membuktikan unsur pidana,” katanya.
Di mata Wina, unsur pidana semakin jelas, setelah Dewan Kehormatan PWI dalam keputusannya memerintahkan agar uang cashback itu dikembalikan, dan kemudian pengurus PWI mengembalikan uang tersebut, lengkap dengan bukti pengembaliannya di formulir bank.
Ternyata pengembalian uang memang bukan dari Forum Humas BUMN melainkan dari pengurus PWI sendiri dalam hal ini mantan Sekjen PWI, Sayyid Iskandar. Dengan begitu sudah terang benderang kemana aliran dana yang sempat melayang hilang,” ujarnya.
Wina mengingatkan, pengembalian uang dalam kasus dugaaan korupsi tidaklah dapat menghilangkan unsur tindak pidana korupsinya. Paling, hanya dapat dipakai untuk pertimbangan hakim untum mengurangi hukuman dalam putusan majelis hakim.
Selain kejahatan tindak pidana korupsi, masih ada perkara yang sedang dalam proses Bareskrim Mabes Polri. Perkara Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan melanggar Pasal 374 Juncto Pasal 55 KUHP. Perkara itu, telah dilaporkan anggota DK PWI Pusat, Helmi Burman.
Prosesnya sedang berjalan. Seluruh alat bukti, sudah di tangan penyidik. Bahkan HCB juga akan menghadapi perkara pemalsuan tanda tangan pihak BUMN melanggar Pasal 263 Juncto Pasal 55 KUHP.
Tinggal lagi menunggu tanggal mainnya, kapan HCB dipanggil penyidik dalam perkara perkara dimaksud. Malahan Helmi Burman juga sudah dimintai keterangan terhadap laporan yang disampaikannya tersebut. (rdr)