PADANG, RADARSUMBAR.COM – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Sumatera Barat (Sumbar) menyerahkan dokumen pencalonan kepala daerah atau yang kemudian disebut B1 KWK.
Penyerahan tersebut dilakukan di Ruang Oval NasDem Tower Padang pada Kamis (22/8/2024) siang yang dipimpin langsung oleh Ketua DPW Partai NasDem Sumbar, Fadly Amran.
“B1 KWK ini menjadi tiket partai politik (Parpol) untuk mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kami bangga atas calon kepala daerah yang kami usul, karena telah melewati tahapan, tujuan utama jadikanlah gerakan perubahan ujung tombak perjuangan di Pilkada 2024,” katanya.
Fadly Amran mengatakan, total sebanyak 13 pasangan calon (Paslon) yang hadir dalam penyerahan B1 KWK tersebut.
Fadly Amran menegaskan gerakan perubahan dan politik tanpa mahar tetap menjadi langkah Partai NasDem ke depan.
“Selamat bergabung sebagai kader Partai NasDem, karena di sini adalah keluarga besar untuk mewarnai majunya Sumbar ke depan,” katanya.
Calon Wali Kota (Cawako) Padang periode 2024-2029 itu mengatakan, penyerahkan B1 KWK yang diserahkan di DPW Partai NasDem Sumbar merupakan sesuatu yang istimewa.
“Kalau provinsi lain diserahkan di DPP di Jakarta, khusus Sumbar diserahkan di NasDem Tower Padang ini. Artinya, 13 Paslon yang diusung wajib dimenangkan oleh kader dan simpatisan Partai NasDem,” tuturnya.
Lantas, apa itu B1 KWK?
Tidak ada penjelasan terperinci terkait singkatan dari B1 KWK. Namun yang jelas, B1 KWK adalah salah satu surat penting dalam proses pencalonan kepala daerah di Indonesia, demikian dinukil dari laman Pikiran Rakyat.
Surat ini merupakan rekomendasi dari partai politik yang menyatakan dukungan resmi mereka kepada pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Tanpa surat B1 KWK, pasangan calon tidak bisa mendaftarkan diri ke KPU untuk ikut serta dalam pemilihan.
Berikut ini beberapa kendala terkait B1 KWK yang menghambat proses pencalonan kepala daerah:
1. Syarat dan Kriteria Kandidat
Parpol biasanya memiliki syarat dan kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh kandidat sebelum mereka memberikan surat dukungan.
Syarat ini bisa berupa visi dan misi kandidat yang sejalan dengan partai, elektabilitas, popularitas, dan kemampuan finansial untuk mendukung kampanye.
Jika kandidat belum memenuhi syarat-syarat tersebut, partai bisa menunda atau bahkan tidak memberikan surat B1 KWK.
2. Mahar
Spekulasi lain yang muncul adalah adanya biaya ‘mahar’ atau biaya politik yang tinggi yang harus dibayarkan oleh kandidat kepada partai politik untuk mendapatkan surat dukungan.
Praktik ini sebenarnya ilegal dan melanggar etika politik, namun masih sering terdengar dalam proses pencalonan di Indonesia. Tingginya biaya ini bisa menjadi alasan mengapa surat B1 KWK belum dikeluarkan.
3. Strategi Politik Partai
Parpol juga bisa memiliki strategi tersendiri dalam mengeluarkan surat dukungan. Mereka mungkin masih mempertimbangkan berbagai aspek dan menunggu momen yang tepat untuk mengumumkan dukungan resmi mereka.
Ini bisa menjadi bagian dari strategi untuk menguatkan posisi tawar partai atau untuk memaksimalkan keuntungan politik bagi partai tersebut. Belum keluarnya surat B1 KWK bagi kandidat bakal calon bisa disebabkan oleh berbagai faktor.
Apakah itu karena syarat-syarat yang belum dipenuhi oleh para kandidat, adanya biaya politik yang tinggi, atau strategi politik partai, semua kemungkinan ini masih menjadi spekulasi yang berkembang di masyarakat.
Yang pasti, surat B1 KWK adalah dokumen krusial dalam proses pencalonan kepala daerah, dan ketidakpastiannya bisa mempengaruhi dinamika politik di suatu daerah.
Para kandidat dan partai politik perlu segera menyelesaikan segala persyaratan dan hambatan yang ada agar proses pencalonan bisa berjalan lancar dan demokratis.
(rdr)