PADANG, RADARSUMBAR.COM – Sebanyak 5 komunitas telah menampilkan pertunjukan teater di hari pertama dan kedua Festival Teater Sumatera Barat 2024 “Alek teater 8” yang digelar di Gedung Kebudayaan, Jumat – Sabtu (1 – 2 November 2024).
Teater Oase UK-Kes UNP yang tampil di hari pertama menampilkan Marapi (Malang Sakijok Mato) karya Lalu Fauzan Azima. Penampilan ini disutradarai Muhammad Iqbal dengan pemain: Iqbal Rabbani, Ardanela, Hefelia Putri, Dina Rohadatul Aisy, Tiara Malika, Natasha Mutiara, Anisya Putri, Syafiah Adila, Nurul Salma, Helen Farizka, Meri Anwari, Sefni Dwi Effandi, Rentri, Neha, dan Gading.
Seperti judul naskah, Oase UNP mengangkat peristiwa kekinian yaitu peristiwa erupsi Marapi yang menelan korban jiwa pada Desember 2023. Adegan dibuka dengan monolog tentang keadaan Marapi.
“Banyak pendaki yang datang, banyak yang merusak. Tidak pandai menjaga alam, sampah berserakan.”
Adegan berikutnya membenarkan monolog tersebut. Tentang pendaki yang membuang sampah sembarangan, tidak peduli akan alam, tidak tegur sapa, hingga tak mempedulikan sopan santun.
Puncaknya, terjadi peristiwa tersebut. Erupsi Marapi yang menelan banyak korban jiwa. Peristiwa ini semacam teguran kepada manusia yang tidak pandai bersahabat dengan alam.
Kisah ini memberikan pesan menjaga keseimbangan antara alam dan manusia. Manusia tidak boleh merusak lingkungan dan harus menjaga keseimbangannya.
Unit Kegiatan Seni Universitas Baiturrahmah yang tampil pada malam Jumat mengangkat karya Rahmat Hidayat dengan judul Krisis.
Krisis mengangkat kisah tentang anak-anak muda yang kehilangan identitas karena game online, media sosial, dan realitas virtual lainnya. Naskah ini memberi pesan jangan mau diperbudak realitas virtual karena mereka hanya alat. Manusia tidak boleh meninggalkan etika akibat realitas virtual tadi.
Pada Sabtu, sebanyak 3 komunitas teater tampil yaitu Teater Salapan Padang yang menampilkan karya berjudul Robohnya Surau Kami. Karya ini merupakan adaptasi dari cerpen terkenal AA Navis yang digarap oleh Hermana HMT.
Lalu, Teater ASA mengangkat karya berjudul “Matinya Seorang Pejuang” yang merupakan karya FX Rudy Gunawan yang diadaptasi ole Sulastri Wulandari. Naskah ini mengangkat kisah tentang kematian pejuang HAM, Munir.
Moenir merupakan salah satu pejuang HAM yang sampai hari ini peristiwa pembunuhannya masih menjadi tanda tanya. Kritik terhadap peristiwa ini disampaikan tokoh-tokoh di atas panggung. Panggung terlihat dibagi tiga berbentuk kotak, yang masing-masingnya diisi peran yang berbeda.
Pada satu panggung ada pembawa acara televisi yang membacakan berita kematian Munir hingga menayangkan pesan dari anak Munir dalam bentuk video. “Munir meninggal saat usia saya 2 tahun. Sekarang usia saya sudah 24 tahun, permintaan saya masih sama seperti saat usia saya dua tahun,” ujar anak Munir.
Kotak kedua (tengah) ada laki-laki bertopi pet. Ia sepertinya jurnalis yang berusaha mencari kebenaran akan peristiwa kematian Munir. Ia terus mencari dan melakukan investigasi. Tapi, ia belum juga menemukan kebenaran.
Kotak ketiga terlihat sebagai pengantar pesan cerita. Ia laki-laki yang terus mengkritisi kematian Munir. Ia menyebutkan, “Meski Munir telah mati, akan lahir Munir-Munir berikutnya. Munir tak bisa dibunuh secara pikiran.”
Penampil terakhir, Teater Payung Sumatera menampilkan karya Fabio Yuda berjudul, “The Migty Malin Kundang.” Naskah ini bercerita tentang Malin Kundang anak durhaka dalam versi yang lebih satir. Bahwa, kita adalah Malin Kundang bagi diri kita sendiri.
Jari jemari kita telah menjadi batu untuk menyakiti orang lain melalui ketikan kata-kata, mulut pun telah menjadi batu untuk mengucapkan kalimat yang merusak perasaan orang lain. Manusia terjebak pada rantau (pikiran). Kemudahan yang ditawarkan teknologi membuat semuanya menjadi batu.
Seperti diketahui, Festival Teater Sumbar 2024 digelar pada 1-2 November dan 8-9 November. Festival ini merupakan program lanjutan dari Workhsop Teater yang digelar pada April 2024. Sebanyak 12 komunitas tampil di festival ini yang penampilannya akan dinilai oleh juri: Zurmailis, Afrizal Harun, dan Zelfeni Wimra.